GAPURANA

Hari Perhubungan Nasional : Ketika KA “Si Gombar” Berjaya di Garut

Lokomotif uap “Si Gombar” dari Cibatu, dijemput suasana keramaian di Stasiun KA Garut. Potret klasik ini tergelar di masa kejayaan layanan jasa perkereta-apian di Garut, sebelum menamatkan riwayatnya di tahun 1984. (Foto Istimewa)
Lokomotif uap “Si Gombar” dari Cibatu, dijemput suasana keramaian di Stasiun KA Garut. Potret klasik ini tergelar di masa kejayaan layanan jasa perkereta-apian di Garut, sebelum menamatkan riwayatnya di tahun 1984.
(Foto Istimewa)

Hari Perhubungan Nasional (Bagian 1):
Oleh: Yoyo Dasriyo

Lengkingan hatong lokomotif uap “Si Gombar” di Garut, kini hanya terngiang tanpa suara. Sejak tigapuluh tahun lalu, bunyi hatong spesifik kereta tua itu, luruh ke dalam tuturan riwayat masa lampau yang mengurai cerita panjang. Tak ada lagi terpaan bunyi hatong lokomotif legendaris itu, di tengah denyut napas kehidupan warga Garut. Bangunan Stasiun KA di perkotaan Garut pun, sekian lama berganti wajah. Keramaian para penjemput kedatangan kereta dari Cibatu dan Cikajang, hanya membasah dalam kenangan.

Tak banyak lagi diingat orang, di perkotaan Garut pernah diwarnai 8 (delapan) palang pintu lintasan KA. Di arah timur, tiga palang pintu terpasang di Jl Guntur (Bentar), sebagai pengaman laju kereta api dari Cibatu. Dua pintu lainnya, di Jl Pasar Baru, dan Jl Mandalagiri, dekat areal Stasiun KA Garut. Palang pintu pengaman KA Garut – Cikajang, berada di Jl Melati (Jl Pramuka), dan Jl Cimanuk dekat pabrik coklat. Tiga palang pintu pendukungnya, di Jl Mawar dan Jl Melati. Ketiga palang pintu itu hanya difungsikan sewaktu-waktu.

Dua pasang rel kereta di Jl Mawar, membatas tanah PJKA di kawasan Kudang, digunakan sebagai jalan pengangkut dan penempatan gerbong barang. Rel itu buntu, hingga tikungan jalan. Rel lainnya memanjang, membelah tumbuhan liar, berbatas asrama polisi. Jalur rel melintasi samping areal reruntuhan Hotel “Villa Dolce”, menyusup ke terminal kendaraan, sekaligus pembatas lokasi pangkalan bis (Kantor Disperindag), dan terminal oplet Garut – Bandung – Tasikmalaya.

Rel kereta pendukung itu membentang dan menyeberangi Jl Pramuka, sebagai jalan lintasan gerbong tangki pembawa residu ke PTG (Pabrik Tenun Garut). Ujung rel ini buntu di sebelah mess PTG, yang berganti rupa jadi pertokoan “IBC” (“Intan Bisnis Center”). Bukan hanya mess PTG. Suasana keramaian di Stasiun KA pun berganti kesibukan perekonomian rakyat Pasar Gapensa, yang mengubur areal stasiun, dan bentangan rel kereta api.

Siapa sangka, riwayat perkereta-apian di Garut bakal selesai. Lakon panjang layanan jasa KA sejak zaman Belanda itu, tamat di pertengahan tahun 1984. Jalan rel, perangkat teknis dan semua palang pintu kereta itu, pernah lama tercampak. Lempengan rel berbantal papan baloknya, tergolek bisu. Sebagian tertimbun tanah dan tumbuhan liar. Lalu, hilang, tanpa jejak! Kesunyian panjang membalut 7 buah halte KA jalur Cibatu – Garut, sejak Pasirjengkol, Cimaragas, Wanaraja, Cinunuk, Cibolerang, Pasir Uncal, Sukarame hingga Stasiun Garut.

Kondisi seperti itu pula memasung 10 halte KA Garut – Cikajang, termasuk Pamoyanan, Cirengit, Kamojang, Cibodas, Bayongbong, Cidatar, Cisurupan hingga Stasiun Cikajang. Semua bangunan halte KA di Garut porak-poranda. Puing-puingnya pun lalu sirna tanpa bekas. Bentangan rel KA yang membelah badan jalan perkotaan Garut lenyap, tersapu derap penataan kota. Tegalan hijau di arah barat stasiun, bukan lagi kekayaan lahan untuk “paru-paru” kota Garut. Turut terkubur ke balik bangunan pasar permanen.

Saksi bisu lain dari kejayaan pekeretaapian di Garut, tersisa jembatan rel yang mengangkangi Sungai Cimanuk di Leuwidaun. Jembatan itu menghubungkan Garut ke Cikajang. Kini, bekas Stasiun KA Garut jadi legenda tua, dari kejayaan perkeretaapian di pusat kota kabupaten ini. Kejayaan lokomotif uap Si Gombar” dan “Si Kuik”,yang akrab dengan kehidupan transportasi di Garut masa lampau, seumpama dongeng dari para pelaku sejarah. Tiada lagi tiupan peluit petugas DKA (Djawatan Kereta Api) di stasiun, yang dulu jadi isyarat kedatangan dan keberangkatan kereta api. Semua sirna ke dalam pelukan sejarah ***

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *