OLAHRAGA

Tidak Diapresiasi, Atlit Berprestasi Internasional Kecewa Sikap Pemkab Garut

Ini Dia para pejuang nama baik Kabupaten Garut diajang Internasional melalui olahraga arung jeram, foto Her
Ini Dia para pejuang nama baik Kabupaten Garut diajang Internasional melalui olahraga arung jeram, foto Her

Gapura Garut ,- Kekecewaan tampak terlihat dari para pejuang nama baik Kabupaten Garut melalui jalur olahraga arung jeram Internasional. Para atlit berprestasi Kabupaten Garut ini memang pantas untuk kecewa  dan merasa tidak dihargai, padahal  hanya berbekal tekad untuk mengharumkan nama Garut melalui kejuaraan internasional yang menjadi motivasi mereka hingga akhirnya mampu  menjadi juara arum jeram tingkat dunia.

Mereka sukses mengikuti “World Rafting Championship 2015” sebuah event arung jeram dunia yang diikuti oleh atlit dari 23 negara yang semuanya terangkum dalam 73 tim se dunia. Para pejuang nama baik Kabupaten Garut ini seharusnya patut dibanggakan sebab dengan berbagai usaha yang dilakukannya, mereka mampu menjadi juara tiga dalam kategori sprint, head to head, slalom juga down riprace kelas junior women.

Adalah Dini Andini (19), Tiagita Tristiyanti (21), Imma Kharisma (22) dan Siti Nurjanah (22), itulah keempat atlit asal kab Garut yang dengan prestasi luar biasa namun sama sekali tidak mendapatkan apresiasi dari pemerintah Kabupaten Garut, bahkan dinas pemuda dan olahraga bahkan KONI sekalipun seolah tidak bangga atas torehan prestasi yang diraihnya dengan penuh pengorbanan.

Imma Kharisma (22) yang kini masih berstatus mahasiswi Fikom Uniga bercerita mengenai kisah panjang untuk menjadi juara diajang internasional tersebut. Menurut Imma untuk bisa mengikuti ajang arum jeram international yang dilaksanakan pada tanggal 29 november hingga 8 Desember di sungai Citarik Sukabumi ini tidak begitu saja ada proses panjang yang harus dilewati.

Persiapan secara fisik menjadi hal utama dengan rutin berlatih di lapangan kherkof bersama dengan rekan satu timnya juga pelatih, sementara untuk latihan arum jeram sendiri dilaksanakan rutin pula di Cilopang Adventure Camp. Persiapan itu dilakukan selama satu tahun lamanya, sambil persiapan fisik juga mental ikut serta juga dalam kejuaraan Ciwulan Open dan akhirnya mendapatkan tiket untuk mengikuti event selekda jabar yang menjadi satu satunya cara untuk mendapatkan tiket World Rafting Championship 2015.

Dari hasil selekda jabar tersebut akhirnya terpilih atlit dari tiga kabupaten untuk mewakili indonesia diajang internasional tersebut, yaitu Sukabumi, Banten dan Garut. Untuk Garut sendiri akhirnya digabung dengan kota Tasikmalaya yang sebenarnya tidak memiliki tiket untuk ikut World Rafting Championship, sehingga Garut Tasik disatukan dalam satu tim, tiga orang atlit dari Tasik dan empat orang atlit asal Garut.

Menurut Imma mereka terpaksa bergabung dengan Kota Tasikmalaya karena perlengkapan dari kota Tasik jauh lebih memadai dibandingkan dengan fasilitas yang dimiliki oleh atlit Garut, meskipun sebenarnya tiket untuk ikut kejuaraan sepenuhnya milik atlit Garut.

Berbekal keyakinan, semangat dan doa restu dari orangtua mereka dengan gigih mengharumkan nama Garut dikancah internasional, meskipun selama persiapan hingga pada saat perlombaan di Sukabumi mereka sangat minim fasilitas. Bahkan untuk kebutuhan makan saja sangat kurang, tak ayal para atlit bahkan pelatih sendiri terpaksa mengeluarkan biaya sendiri untuk bertahan selama perlombaan.

Menurut Imma sebenarnya sudah meminta kepada pihak Dispora untuk membantu fasilitas selama perlombaan, namun janji tinggal janji sampai akhirnya mendapatkan gelar juara pun pemerintah tidak membantu bahkan bantuan secara morilpun tidak mereka dapatkan.

” Selama proses latihan yang hampir satu tahun tidak ada yang memberikan bantuan, hingga semua biaya kami keluarkan sendiri bahkan pelatih sendiri yang harus mengeluarkan uang pribadi selama perlombaan hingga Rp. 2 juta. Kalau untuk perlengkapan ada yang ngasih pada saat tanding dari Kota Tasik seperti dayung, helm, plampung juga perlengkapan lain tapi diambil lagi oleh Tasik, ” ucapnya haru

Hal senada juga diungkapkan Tiagita Tristiyanti (22) yang masih berstatus mahasiswi STKIP Garut jurusan Matematika, menurutnya pemerintah kab Garut tidak antusias untuk mendukung atlit mengharumkan nama Garut dipentas internasional. Beda dengan Kota Tasikmalaya, para atlitnya diberikan fasilitas yang memadai meskipun mereka tidak memiliki tiket ikut kejuaraan karena atlit garut yang memiliki tiketnya.

Namun demikian pemerintah tasik tetap mendukung para atlitnya hingga bisa juara, dan para atlitnya pun dijanjikan diberikan  beasiswa kuliah bahkan dijanjikan menjadi PNS sehingga ada harapan karir ke depan dari dunia atlit. Menurut Tia Tasik kalah telak oleh Garut dalam perebutan tiket World Rafting Championship dalam selekda jabar, namun demikian tasik diikutsertakan dalam ajang internasional tersebut dengan digabung dengan Garut.

Selama mengikuti pertandingan dengan atlit atlit kelas dunia, Rusia menjadi salah satu negara yang memberikan fasilitas yang paling baik bagi para atlitnya. Namun demikian yang mampu menjadi juara pertama dalam ajang internasional tersebut adalah Negara Brazil dan juara kedua diraih oleh Republik Cheko dan ketiga oleh Indonesia yang atlitnya asal Garut.

” Kenangan selama perlombaan adalah fasilitas kami yang sangat kurang memadai. Dayung saja kami memakai Carlise yang kualitasnya tidak begitu baik, beda dengan bahan Carbon. Dan itu menjadi beban psikologi yang kami rasakan, manager saja tidak datang bahkan untuk biaya makan saja harus pakai uang pribadi. Yaa pada akhirnya boro boro bisa makan enak ataupun jajan sekalipun, bisa bertahan saja sudah alhamdulillah kami bersyukur, ” kenangnya

Begitu juga Dini Andini (19) yang baru selesai SMK menyampaikan bahwa pemerintah daerah harus lebih peka lagi terhadap dunia olahraga, apalagi sudah mampu memberikan prestasi yang luar biasa. Jika dijamin secara finansial oleh pemerintah tentunya raihan prestasi akan lebih baik lagi bahkan bukan tidak mungkin bisa menjadi juara dunia dengan mengalahkan peserta dari 23 negara. Menurut Dini sudah banyak yang dikorbankan untuk meraih hasil yang bisa dibanggakan, waktu belajar dikorbankan, kuliah dikorbankan, waktu bersama keluarga juga menjadi sedikit bahkan yang awalnya pihak keluarga 100 % mendukung baik dengan material maupun moril dengan kejadian yang kini dirasakan akhirnya keluarga tidak lagi mendukung untuk menjadi atlit yang mengharumkan nama Garut.

“Jelas kecewa banget, sudah menghabiskan banyak pengorbanan untuk garut namun tidak ada penghargaan sama sekali. Ada tiga hal yang menjadi catatan kami, pertama awalnya keluarga sangat mendukung tetapi ketika mendapatkan juara tidak dihargai sama sekali oleh pemerintah yang akhirnya keluarga malah melarang untuk ikut kembali kejuaraan. Kedua untuk terus memajukan Garut sebenarnya mau, meskipun harus banyak yang dikorbankan baik kuliah, sekolah, keluarga namun jika harus boborot biaya sendiri dengan tidak ada jaminan ke depan lebih baik tidak saja. Kalau mau juga atas nama pribadi atau grup sendiri dengan tidak mengatasnamakan pemerintah yang PHP saja. Ketiga sebenarnya ingin maju terus walaupun sudah ada kekecewaan yang mendalam, karena sebenarnya belum maksimal mengharumkan nama Garut. Tidak difasilitasi saja alhamdulillah bisa juara, apalagi diberikan fasilitas dan penghargaan atlit sekelas Brazil mungkin bisa dikalahkan, ” ucapnya***Her

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *