PARIWISATA BUDAYA

Woow Keren…Kawasan Wisata Terpadu Segera Menjelma Dikaki Gunung Guntur

Danau Cilopang mulai terbentuk sebagai bagian dari reklamasi bekas galian pasir dikawasa tersebut, Bagian dari tahap awal pembangunan Kawasan wisata terpadu Cipanas Tarogong Garit, Foto jmb
Danau Cilopang mulai terbentuk sebagai bagian dari reklamasi bekas galian pasir dikawasa tersebut, Bagian dari tahap awal pembangunan Kawasan wisata terpadu Cipanas Tarogong Garut, Foto jmb

Gapura Garut ,- Seiring dengan perubahan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), kawasan kaki Gunung Guntur Garut, Jawa Barat, kini berubah dari kawasan pertambangan pasir atau Galian C, menjadi kawasan peruntukan pengembangan wisata.

Perubahan Tata Ruang tersebut tentu saja bagi kalangan pengusaha malah memberikan angin segar untuk menyulap kawasan tersebut menjadi kawasa wisata stategis dalam kerngka pengembangan objek wisata Cipanas Tarogong yang kini kondisinya semakin dirasakan padat dan sempit. Padahal jumlah kunjungan wisata memiliki kecenderungan terus meningkat dari tahun ketaahun sehingga menambah gairah dan pamor Kabupaten Garut sebagai daerah berpotensi maju menjadi daerah tujuan wisata utama di Jawa Barat.

Salah satu pengsaha daerah yang merespon dengan cepat perubahan rencana tata ruang tersebut adalah H. Usep Zainal Arifin, seorang pengusaha muda asli Garut ini telah memulai untuk mewujudkan semua impiannya untuk menjadikan kawasan wisata terpadu pengengbangan dari Hotel serta Resort dikawasan Cipanas Tarogong yang telah lebih dulu dibangun dan kini berkembang pesat.

“Saya memiliki lahan sekitar 24 hektare (ha) di sekitar Gunung Guntur, sebuah lahan yang berbatasan dengan kawasan konservasi milik BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam). Lokasinya memang lebih dekat dengan puncak Gunung Guntur bila dibandingkan dengan objek wisata Cipanas Garut,” kata Usep, Minggu (30/11/2014).

Lokasi lahan miliknya itu terletak di Cilopang, Gunung Guntur, wilayah administratif Desa Rancabango, Kecamatan Tarogong Kaler. Sebagai tahap awal, dia akan menggunakan lahan seluas tiga ha terlebih dahulu untuk pembangunan sebuah kawasan wisata.

Sebagai prioritas, sejumlah bangunan yang akan didirikan di lahan ini adalah convention hall, cottage, hotel, danau wisata, rumah-rumah danau, taman, dan lainnya. Pemerintah Desa Rancabango pun dilibatkan.
Alasannya, pemerintah tingkat paling bawah ini memiliki sebuah tanah carik desa di sekitar Gunung Guntur seluas enam ha.

“Tanah carik desa berbatasan langsung dengan tanah milik saya. Kami sudah sepakat akan bekerjasama untuk pengembangan sebuah kawasan wisata terpadu di sekitar Gunung Guntur. Dengan demikian, total luas lahan yang akan dibangun untuk pembangunan objek wisata baru ini mencapai 30 ha,” ujarnya.

Sistem kerja sama yang disepakati ke depan lebih kepada usaha yang saling melengkapi. Secara gamblang Usep menjelaskan konsep kawasan wisata yang akan diciptakannya di Gunung Guntur.

“Di lahan pribadi saya yang seluas tiga ha, saya akan bangun beberapa infrastruktur untuk tempat orang menginap. Sementara di lahan seluas empat ha milik pemerintah desa, akan dibangunkan tempat makan, belanja, dan keperluan lain bagi orang-orang yang menginap di hotel saya tadi. Sedangkan untuk lahan saya seluas 23 ha sisanya, rencananya akan dibangun tempat untuk wisata ternak sapi, kuda, kambing etawa, camping ground, kebun, atau lainnya. Sehingga para pengunjung bisa berjalan-jalan di sana,” paparnya.

Lahan miliknya dan tanah carik Pemerintah Desa Rancabango ini sendiri sebelumnya merupakan kawasan eks tambang pasir galian C. Rencana pembangunan kawasan wisata tersebut adalah bagian dari upayanya mereklamasi dan mengembalikan kesuburan tanah di daerah bekas tambang.

“Dulu menambang pasir di sini diizinkan oleh pemerintah. Sekarang sudah dilarang. Maka saya pun berhenti. Lalu sebagai bagian dari upaya mereklamasi atau mengembalikan kesuburan tanah, saya akan membuat kawasan wisata,” katanya.

Bersama hasil kajian dari para Konsultan yang dipekerjakan untuk mendapatkan hasil dan rekomendasi pembangunan kawasan wisata terpadu tersebut, Usep telah memperhitungkan berbagai asfek yang terkait dengan pengembangan kawasan tersebut.

Biaya yang diperlukan untuk mendirikan kawasan wisata di lahan seluas 3 ha miliknya saja memerlukan biaya sebesar Rp100 miliar lebih. Dana yang cukup besar itu diperlukan untuk membangun 100 unit bangunan.

“Di tiga ha itu kita akan bangun 100 unit bangunan yang terdiri dari convention hall dan lainnya. Biaya yang dibutuhkan untuk satu unit bangunan itu adalah Rp100 juta. Bila ada 100 unit bangunan, maka total biayanya Rp100 miliar. Semua itu sudah termasuk segala infrastruktur juga di per unit bangunan tadi. Untuk jalan misalnya, sudah masuk biayanya,” Pungkasnya.***jmb

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *