PARIWISATA BUDAYA

Nostalgia KA “Si Gombar” di Garut, 8 Pintu Lintasan Kereta Membelah Kota

Lokomotif KA Garut – Cibatu yang populer dengan sebutan “Si Gombar” akhir tahun 1984. Datang ke stasiun KA Garut, tanpa rangkaian gerbong penumpang. Lok kuno dan rel kereta di depan stasiun, kini membayang di balik bangunan Pasar Gapensa. (Dokumentasi Yodaz)
Lokomotif KA Garut – Cibatu yang populer dengan sebutan “Si Gombar” akhir tahun 1984. Datang ke stasiun KA Garut, tanpa rangkaian gerbong penumpang. Lok kuno dan rel kereta di depan stasiun, kini membayang di balik bangunan Pasar Gapensa.
(Dokumentasi Yodaz)

Nostalgia KA “Si Gombar” di Garut: Bagian (1)

Oleh: Yoyo Dasriyo

WAJAH bangunan Stasiun Kereta Api Garut, sekian lama berganti rupa. Hiruk-pikuk warga penjemput kedatangan kereta api dari jurusan Cibatu dan Cikajang, kini hanya membekaskan kenangan dan cerita berkepanjangan. Tragis, suasana keramaian kehidupan di areal stasiun itu, bukan lagi para pemburu kereta api, tetapi potret kesibukan lain perekonomian rakyat. Di depan areal stasiun itu, tergelar Pasar Gapensa.dengan bangunan permanen, yang mengubur kawasan dan bentangan rel kereta api.

Stasiun KA Garut jadi legenda tua, dari kejayaan perkeretaapian di pusat kota kabupaten ini. Tiada lagi lengkingan hatong lokomotif uap bergelar “Si Gombar” dan “Si Kuik”, yang sangat akrab dengan kehidupan transportasi di Garut masa silam. Sirna pula tiupan peluit dari petugas DKA (Djawatan Kereta Api), yang dulu jadi isyarat jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta api. Semua sirna ke dalam pelukan sejarah. Tak seorang pun menduga, jika riwayat perkereta-apian di Garut akan selesai. Lebur terkubur putaran roda zaman.

Lakon panjang layanan jasa KA sejak zaman Belanda itu, mengunci riwayatnya di pertengahan tahun 1984. Bentangan alur jalan rel, berikut perangkat teknis dan semua palang pintunya pernah lama malang-melintang. Lempengan rel berbantal papan balok, tergolek bisu. Sebagian tertimbun tanah dan tumbuhan liar. Lalu hilang, entah ke mana… Nasib 10 bangunan halte KA dari Garut – Cikajang, dan 7 bangunan halte Garut – Cibatu dibiarkan merana.

Kesepian panjang pernah memasung halte di Pasirjengkol, Cimaragas, Wanaraja, Cinunuk, Cibolerang, Pasir Uncal, Sukarame hingga Stasiun KA Garut. Cekaman sunyi itu pula yang membalut Halte Pamoyanan, Cirengit, Kamojang, Cibodas, Bayongbong, Cidatar, Cisurupan hingga Stasiun Cikajang. Semua halte lalu lebur. Puing-puingnya pun sirna tanpa bekas. Bentangan rel KA yang membelah badan jalan perkotaan Garut lenyap, tersapu derap penataan kota.

Hamparan tegalan berumput hijau di arah barat stasiun, bukan lagi kekayaan lahan untuk “paru-paru” kota Garut. Justru turut terkubur ke balik bangunan pasar. Saksi bisu lain dari kejayaan kereta api di Garut, hanya berupa jembatan rel yang mengangkangi Sungai Cimanuk di Leuwidaun. Jembatan yang masih terbentang itu, sebagai jalan peninggalan yang menghubungkan Garut ke Cikajang. Dari arah pandang di Jembatan Cimanuk, jembatan rel itu masih klasik tanpa terusik.

Semasa kelangsungan jasa perkerataapian di Garut, tercatat delapan palang pintu lintasan KA terpasang di kawasan perkotaan. Dari arah timur kota, tiga lokasi palang pintu tergelar sejak Jl Guntur (Bentar), untuk pengamanan lintasan KA dari Cibatu. Dua pintu lainnya, di Jl Pasar Baru, dan Jl Mandalagiri, memasuki areal Stasiun KA Garut. Untuk pengamanan KA ke jurusan Cikajang, palang pintu ditempatkan di Jl Melati (Jl Pramuka), dan Jl Cimanuk dekat pabrik coklat.

Tiga lokasi palang pintu lainnya, hanya difungsikan sewaktu-waktu. Dua pintu di Jl Mawar, selebihnya di Jl Melati. Di atas badan Jl Mawar pula pernah diwarnai dua pasang rel kereta, yang membatas tanah PJKA di kawasan Kudang. Rel itu digunakan sebagai jalan untuk penempatan gerbong barang, saat tidak bisa tertampung di depan stasiun. Bentangan rel itu buntu, sampai tikungan jalan. Rel lainnya memanjang, dan membelah areal tumbuhan liar, berbatas asrama polisi.

Jalur rel kereta yang melintasi samping areal reruntuhan Hotel “Villa Dolce” itu, menyusup terminal kendaraan, sekaligus jadi pembatas pangkalan bis (kini jadi bangunan Kantor Disperindag), dan lokasi terminal oplet jurusan Bandung – Tasikmalaya. Bentangan rel kereta terus menyeberangi Jl Pramuka, untuk lintasan gerbong tangki pembawa residu ke PTG (Pabrik Tenun Garut). Ujung rel buntu di sebelah mess PTG, yang berganti rupa jadi pertokoan “IBC” (“Intan Bisnis Center”) ***

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *