PARIWISATA BUDAYA

Nostalgia KA “Si Gombar” di Garut:Tegur Sapa Dua Masinis Kereta…

16 SASAK GANTUNG

Nostalgia KA “Si Gombar” di Garut: Bagian (2)

Oleh: Yoyo Dasriyo

PEPOHONAN besar dengan hamparan tanaman liar di Jl Mawar yang dibelah rel kereta, kini jadi jalan bukaan menembus ke lintasan Jl Pramuka. Tepat ke depan pertokoan “IBC”. Jalan kecil itu pula yang melintasi bangunan SDN Mawar 1-2 Garut. Tak jauh dari Kantor Kelurahan Pakuwon. Tigapuluh satu tahun sudah, gemuruh KA “Si Gombar” dan lengkingan hatongnya sirna, dari romantika wajah kehidupan perkotaan Garut. Kenyataan itu cerminan petaka perkeretaapian, yang tak mampu bernapas lagi.

Sarana transportasi warisan zaman yang amat menyatu dengan kehidupan warga Garut itu terkabar larut ke dalam kubangan kerugian. Terbukti, luapan penumpang “Si Gombar”, bukan jaminan dari pesatnya pendapatan jasa KA di daerah ini. Sungguhpun begitu, tragedi layanan jasa kereta api di Garut tak pernah mengubur kedalaman kenangan. Masa-masa kejayaan KA Garut – Cibatu, dan Garut – Cikajang, senantiasa hidup dalam serpihan nostalgia para pelaku sejarah masa lampau.

Setiap pagi, pemandangan rutin tergelar, saat bunyi peluit menerpa hilir-mudik manusia di stasiun. Semua serempak menoleh ke arah timur. Nun jauh di batas pandang, kepulan asap hitam lok KA melatari Sasak Gantung, yang menggantung di atas rel lintasan kereta api di Jln Ciwalen. Sebatas kasat mata masih bebas pandang. Di sepanjang rel itu, tidak ada penghalang. Ketika kereta harus menanti sinyal dibuka, gumpalan asap hitam dari cerobong lok makin membumbung.

Lalu terdengar lengking nyaring hatong uapnya, sebagai klakson lokomotif “Si Gombar”. Dari arah timur stasiun itu, KA Cibatu – Garut menyeruak. Kereta lain jurusan Cikajang, muncul dari arah barat stasiun. Lengkingan hatong KA saling bersahutan, seolah tegur sapa dari dua masinis kereta api berbeda jurusan. Gemuruh mesin lok kereta uap mengusik penduduk di pedesaan hingga pusat perkotaan Garut. Itu karena lokasi stasiun terhampar di jantung perkotaan.

Dari arah Pengkolan (Jl A Yani), stasiun berada di ujung Jl Kenari (Veteran), menikung ke Jl Bank. Di seberang stasiun, tergelar markas Kodim 0611, yang berhadapan dengan kantor CPM. Di depan stasiun, ada lokasi pom bensin yang hanya disekat Jl Kamuning. Jalan kecil ini berpagar perumahan karyawan DKA, namun sarat kesibukan bisnis para pedagang beras dan kelontongan. Dalam kondisi Garut masa lampau, penempatan stasiun KA seperti itu dinilai strategis.

Stasiun tidak didekatkan ke terminal bis, dan pangkalan oplet, yang memanjang sejak batas pintu KA di Jl Melati (Pramuka) hingga tikungan Jl Guntur. Semua fasilitas umum, terkonsentrasi ke arah stasiun. Suasana Itu turut berperan pula dalam kelangsungan warung soto Mang Juhro di Jl Kamuning, yang bersebelahan dengan tempat gunting rambut. Warung soto itu pula sebagai alternatif konsumen, dari kemasyhuran soto Mang Ahri, yang melegenda di sebuah gang sebelah Toko Daging “Hardjo” Jl Mandalagiri.

Kini, hanya tinggal soto Mang Ahri, yang sejak lama tak tersisih gengsi Warung Nasi “Endjon” di Pengkolan (kini RM “Wan Sa Min-A”). Stasiun KA Garut jadi titik sentral dari keramaian kota. Bongkar-muat beras, gula pasir, minyak goreng dan minyak tanah hingga banjir jeruk Garut dan kesemek Cikajang, jadi pemandangan klasik di depan stasiun. Itu menguatkan bursa ekonomi rakyat di “Pasar Garoet” (kini pertokoan “Garut Plaza”), di Jalan Pasar Baru dan Jl Guntur. Tidak jauh dari lokasi stasiun KA. ***

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *