PARIWISATA BUDAYA

Pengusaha Pariwisata Darajat Menanti Solusi Pemerintah

Salah satu tempat wisata di Darajat Kecamatan pasirwangi, foto istimewa
Salah satu tempat wisata di Darajat Kecamatan pasirwangi, foto istimewa

Gapura Garut ,- Wacana penutupan kawasan wisata Darajat Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut membuat para pengusaha tempat wisata di kawasan tersebut meradang dan meminta pemeritah melakukan pengkajian mendalam terkait bebagai aspek terkait lainnya.

Sejauh ini para pengusaha wisata setempat mengaku telah memenuhi beberapa persyaratan awal saat melakukan pembangunan dikawasan tersebut. Para pengusaha juga membantah jika sejauh ini  mereka dituding tidak memiliki kontribusi bagi Pemerintah Daerah.

Beberapa pengusaha memastikan jika langkahnya membangun kawasa wisata tersebut semata-mata karena adanya tuntutan dari para pengunjung.

“Mereka jelas tidak akan mengembangkan kawasan ini jika tidak diminati oleh para pengunjung atau wsiatawan yang datang ke Kabupaten Garut, ini semata-mata karena tuntutan dan masukan dari para pengunjung pada awalnya”, Kata Tanto S reza, Sekretaris PHRI Kabupaten Garut saat ditemui, Selasa (13/10/2015).

Tanto berharap pihak pemerintah Kabupaten Garut dapat memberikan solusi produktif yang dapat menguntungkan masing-masing pihak. Menurutnya saat ini akan mengalami kesulitan jika kawasan tersebut dipaksa ditutup begitu saja karena invesatasi sudah terlanjur terealisasi serta sebagian warga sekitar sudah mulai tergantung pada kawasan sebagai pekerja atau penerima manfaat linnya.

“Kita juga harus mulai memahami jika besar ataupun kecil kehadiran kawasan wisata tersebut telah memberikan warna tersendiri terhadap pembangunan pariwisata kabupaten Garut, solusinya adalah duduk satu meja berbicara dengan konsep yang matang dan melibatkan seluruh steakholder yang terkait”, paparnya.

Sementara itu, salah seorang pengusaha pariwisata setempat Asep Rohayat mengatakan jika selama ini ada beberapa pengusaha Darajat  blum  membayar pajak semata-mata kerena belum ada payung hukum yang jelas bagi para pengusaha ini.

Namun demikian Asep Rohayat, menyatakan, jika pada tahun 2014 pihaknya bahkan sempat menerima penghargaan dari Bupati Garut sebagai salah satu pembayar pajak terbesar.

“Namun satu minggu setelahnya, Bupati mengatakan jika pengusaha di Darajat tak berkontribusi dari pembayaran pajak, padahal kan buktinya ada. Itu kan penghargaan dari Pemkab. Silakan tentukan pembayarannya. Kami juga menuntut legalitasnya,” Kata  Asep, sebagaimana dilansir harian Pikiran Rakyat, baru-baru ini.

Menurut Asep, sejak moratorium kawasan Darajat dilakukan, jumlah kunjungan wisata pun menurun hingga 70 persen. Sehingga Asep bersama pengusaha lainnya ingin segera bertemu langsung dengan  bupati untuk membicarakan permasalahan tersebut.

“Kita memang sudah sering bertemu dengan pemerintah dan dewan. Tapi tidak pernah ada kejelasan,” katanya.

Terkat masalah pembayaran pajak, Asep menegaskan untuk Puncak Darajat yang dikelola pihaknya membayarkan  pajak  sebesar Rp 100 juta pertahun. Jika disebut masih menunggak pajak, tutur Asep, pihaknya siap membayar kekurangan yang belum dibayarkan.

Sementara itu terkait dengan kekhawatiran berbagai pihak dimana Darajat termasuk daerah rawan bencana, sejauh ini belum pernah terjadi bencana meskipun potensi memang semuanya juga memiliki ancaman bencana karena bukan hanya kawasan darajat di kabupaten Garut hampir seluruh daerah memiliki potensi bencana alam.

“Semua ini kan dapat diantisipasi degan berbagai cara, mulai dari cara bertani masyarakat sekitar hingga melakukan konservasi lahan. Jika pemerintah menginginkan secara serentak, kami siap melakukan gerakan konservasi lahan tersebut. Selama ini penanaman pohon juga kerap kami lakukan. Hanya saja tidak diketahui masyarakat luas”, Tuturnya.
Asep menambahkan sejauh ini pihaknya masih terus melakukan penanaman pohon dan anggaran penanaman pohon-pohon ini berasal dari para pengusaha setempat.“Kami bukan mengekploitasi alam. Tapi pemandangannya yang dijual. Kami tidak merusak dan merubah lingkungan. Dari total 8 ribu hektare kawasan Darajat, hanya 0,5 persen yang dipakai wisata,” Tegasnya.Asep berharap pemerintah  dapat mencarikan solusi selain menutup kawasan tersebut karena hampir seluruh pengusaha yang mengembangkan kawasan darajat adalah pengusaha pribumi

“Kami asli orang Darajat, Masa orang asing bisa mengeksploitasi alam di sini. Sedangkan kami warga sini harus dipersulit?”Ucapnya.***TG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *