PARIWISATA BUDAYA

Garut Banyak Miliki Situs Prasejarah, Namun Terbengkalai

foto batu prasejarah, gambar ilustrasi
foto batu prasejarah, gambar ilustrasi

Gapura Garut , – Keberadaan Situs Batu Lulumpang di Kampung Cimareme, Desa Cimareme, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, kondisinya kini tidak terawat bahkan cenderung diabaikan. Padahal, situs tersebut termasuk peninggalan zaman megalitikum yang menjadi  bukti peradaban manusia di masa lalu.

Situs Lulumpan tersebut terletak di bukit yang memiliki ketinggian 680 meter dimana ada beberapa buah batu lulumpang. Ukuran batu yang paling besar, lubang lumpangnya  memiliki diameter 27 cm,  dengan lebar batu berukuran 1,5 meter dan panjang 1,75 meter.

Menurut Juru Kunci Situs Pasir Lulumpang, Iin, 60, saat ditemui menyebutkan  ada sekitar lima bongkah batu di situs tersebut. Iin menjelaskan, batu-batu itu disebut lulumpang oleh warga sekitar karena memiliki lubang yang mirip dengan lubang lumpang (tempat menumbuk padi dan sejenisnya).

“Beberapa batu diantaranya terletak dikemiringan sekitar 45 derajat. Hanya ada dua buah batu yang terletak di tanah yang datar. Itu juga berada di puncak bukit,” Kata Iin,saat ditemui Sabtu (13/8/2016).

Dari kelima buah Batu Lulumpang yang ada, lanjut Iin satu diantaranya mengalami kerusakan dengan penyebab kerusakannya tidak diketahui secara pasti apakah karena faktor alam atau memang ada yang merusaknya.

“Menurut cerita turun temurun dari orang tua, satu batu itu rusak karena dihancurkan seorang warga di waktu dulu, saya juga tidak mengetahui persis jalan ceritanya”, Ungkapnya.

Iin menambahkan loaski batu yang mengalami kerusakan berada di bawah bukit. Sehingga sangat muda dijangkau oleh orang dan ini diduga yang menjadi penyebab tangan-tangan tidak bertanggung jawab dengan mudah merusaknya.

“Kejadiannya juga sudah lama, di zaman sekarang, orang-orang banyak yang belum mengerti apa itu situs prasejarah. Mereka tidak tahu bahwa situs prasejarah harus dilestarikan. Padahal sebenarnya mereka harus ikut merawat, minimalnya tidak merusaknya,” Tutur Iin yang secara suka rela terus mengawasi keberadaan situs tersebut.

Situs Batu Lulumpang terletak di tepi sebelah timur laut Rawa Ranca Gabus. Rawa ini, kata Iin, membentang di antara beberapa bukit, yaitu bukit Pasir Kiara , Pasir Tengah, Pasir Kolocer, Pasir Astaria, Pasir Luhur, Pasir Gantung, Pasir Tanjung dan Pasir Malaka.

“Keseluruhan, undakan batu di Situs Bukit Pasir Lulumpang berjumlah 13 undakan. Pihak Balai Arkeologi Bandung pernah menjelaskan, tempat ini dikenal sebagai lokasi pemujaan orang-orang zaman prasejarah,” ungkapnya

Menurut Iin, sebagian masyarakat yang tidak mengerti, justru memercayai bila bukit ini memiliki aura mistis. Salah satu contoh, kata dia, pada waktu-waktu tertentu sejumlah warga dari kampung tetangga seperti Kampung Cibudug, Desa Sindang Sari, Kecamatan Leuwigoong, dan Curug, Desa Kayasari, Kecamatan Banyuresmi, selalu mendengar suara berbagai tabuhan dari bukit tersebut.

“Sudah sering warga dari kampung tetangga datang ke kampung kami untuk menanyakan dari mana sumber kegaduhan ini. Bila didengar arahnya dari mana, selalu terdengar dari arah bukit ini. Namun, ketika didatangi tidak ada. Percaya atau tidak, sebenarnya masih banyak lagi cerita yang berkembang di sini. Namun tetap saja, tempat ini merupakan sebuah kawasan peninggalan prasejarah,” bebernya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Garut Budi Gan Gan mengakui, bila pemerintah belum memerhatikan situs Batu Lulumpang. “Saya belum begitu dalam memperlajari situs Batu Lulumpang. Memang beberapa waktu lalu belum ada fokus ke sana,” ujar Budi.

Terkait penataan situs ini menjadi lokasi pariwisata, Budi menjelaskan pemerintah dihadapkan dengan kendala. Ia menjelaskan, penataan lokasi wisata baru bisa dilakukan jika tempat tersebut memiliki daya tarik.

“Cukup sulit menata lokasi itu (Situs Batu Lulumpang) untuk menjadi lokasi wisata yang lebih dari saat ini. Sebab lokasi wisata itu harus memiliki daya tarik. Bagaimanapun juga, wisatawan yang datang itu bisa melihat yang menarik. Kalau hanya melihat batu saja, memang akan sangat sulit. Namun kita lihat dulu nanti bagaimana mengembangkannya,” Pungkasnya.***Bro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *