PARIWISATA BUDAYA

Pagi Cerah Main Rakit Sambil Ngagogo Ikan di Situ Cangkuang Garut

Rakit Situ Cangkuang menjad tempat menyembrang ke Kampung pulo, foti JSN

Gapura Garut – Jika anda punya rencana traveling ke kawasan Candi Cangkung, yang berada di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat hari ini, pakailah deretan rakit yang tersedia di kawasan situ cangkung.

Rakit atau perahu yang terbuat dari bambu yang ikat tersebut bisa mengakut hingga 40 orang dalam sekali angkut yang membawa wisatawan ke area wisata salah satu Candi tertua di Jawa Barat itu.

“Kalau per orangan bisa Rp 15 ribu (tarif angkut), tapi kalau berkelompok hanya 100 ribu, silahkan berapapun (penumpang) asal rakitnya memungkinkan,” kata Dede Rahmat, salah seorang perakit yang tengah menurunkan wisatawan pelajar di area situ Cangkuang, Minggu, 21 Mei 2017.

Situ atau danau yang memisahkan kawasan Kampung Pulo area tempat Candi Cangkung dengan kokoh berdiri, memang menjadi hiburan tersendiri bagi wisatawan yang datang. Kondisi air yang tenang dengan pemandangan bukit hijau di sekelingnya, menjadikan area perlintasan seluas 15 hektar itu menjadi indah. “Banyak juga yang berhenti dulu di tengah situ untuk foto-foto pemandangan,” ujarnya.

Pelayanan rakit kata dia mulai dibuka sekitar pukul 07.00 pagi, dan berhenti sekitar pukul 17.00 petang yang disesuaikan dengan jadwal kunjungan ke Candi Cangkuang yang dibuka hingga petang hari. “Pengunjung malam nyaris tidak, paling sekali-kali ada yang jiarah,” kata dia.

Hingga kini mayoritas pengunjung masih didominasi wisatawan lokal, momen liburan sekolah dan maulud Nabi Muhammad SAW menjadi saat tersibuk para perakit yang hilir mudik membawa wisatawan. “Biasanya selain pelajar juga para pejiarah datang saat maulud tiba,” kata dia.

Ayi Juhana, salah satu wisatawan lokal asal kota Garut, sengaja mengarahkan murid didiknya untuk berwisata ke Candi Cangkuang, sebab selain mengajarkan sejarah mengenai Candi juga bisa berwisata air di sekitar situ. “Anak-anak cukup senang, sebab ini pengalaman yang berharga,” ujarnya.

Ia berharap dengan pengalaman itu memberikan banyak pelajaran bagi pelajar, terlebih mengenai sikap intoleransi antar umat beragama yang saat ini tengah diuji. “Dulu saja sudah saling menghormati, buktinya makam orang muslim bersebahan dengan candi,” kata dia.

Ngagogo, Tradisi Cari Ikan di Lumpur

Selain suasana Candi dan Kampung Pulo yang masih asri dengan landscape pemandangan lembah dan gunung yang terbilang alami. Keberadaan situ (danau) Cangkuang menjadi bonus tersendiri, saat anda memasuki area wisata cagar budaya Candi Cangkuang tersebut. Belum lagi sikap para penduduknya yang ramah, menjadikan liburan anda menyenangkan bukan.

Namun saat anda menjejakan kaki di kawasan situ, ada satu kebiasaan masyarakat yang sejak turun menurun tetap terjaga hingga kini yakni ngagogo atau mencari ikan yang digiring dengan beberapa orang hingga terperangkap di sela-sela lumpur. “Siapapun boleh wisatawan pun kalau mau silahkan (ngagogo),” kata dia.

Dalam satu kali penangkapan ikan, satu laki-laki yang bertindak sebagai ketua regu selalu membawa jaring untuk menggiring ikan, sementara ibu-ibu nampak serius menggerak-gerakan dan memukul tangannya di atas air dengan harapan memecah konsentrasi ikan hingga tersudutkan dan akhirnya terperangkap dalam lumpur situ.

“Nah saat ikan dilumpur itulah butuh keahlian tangkapan yang jitu agar ikan tidak lelas kembali,” ungkap dia.

Jika sedang mujur, hasil tanggkapan yang didominasi ikan nila dan golsom itu bisa mencapai 3-4 kilogram, angka itu kemudian dibagi rata dengan seluruh anggota tim yang ikut nangkap. “Ya minimal dapat lah satu kilo untuk satu orang,” ujar Ohim, salah satu warga lainnya dengan tersenyum sambil melihat rekannya yang lagi menggiring ikan.

Ohim mengatakan tradisi ngagogo sudah berlangsung lama dan turun-temurun dilakukan warga Cangkuang, apalagi pendangkalan situ terus terjadi, mendorong mereka semakin sering menangkap ikan. “Pengunjung pun bahkan banyak yang ikut, ya sekalian hiburan mungkin,” ujarnya.

Ia berharap dengan semakin surutnya air sungai, pengerukan lumpur situ bisa dilakukan pemerintah, hingga kini kedalam situ hanya berkisar 1,5 meter jauh menyusut dari sebelumnya di atas tiga meter, padahal kedalaman situ sangat dibutuhkan ikan untuk berkembang biak. “Kan kalau ikannya banyak, nangkapnya jadi semangat,” ujar dia.

Bagi anda yang tengah jalan-jalan di Garut dan berencana ke Candi Cangkuang, sepertinya tangkap ikan dengan cara ngagogo boleh dicoba tuh sambil mandi lumpur. Mumpung belum ada pengerukan. Selamat mencoba.JSN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *