PENDIDIKAN

Komunitas “Kata Kita” Garut, Bangkitkan Semangat Menulis

menulis

Gapura Garut ,- Mahasiswa Sastra dan Pendidikan Indonesia,  STKIP Garut bekerjasama dengan  Komunitas “Kata Kita” sukses menggelar seminar menulis dalam rangka memperingati Bulan  Bahasa dan Deklarasi Komunitas “Kata Kita” di Kampus STKIP Garut, Sabtu (31/10/2105).

Kegiatan tersebut berhasil mengundang 184 orang peserta yang terdiri dari kalangan mahasiswa, guru dan pelajar di Kabupaten Garut dengan pemateri Budayawan Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Menurut Ketua Komunitas “Kata Kita” Fujia, kegiatan itu dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda dan Bulan Bahasa untuk mendorong kaum muda khususnya mahasiswa dan pelajar di Kabupaten Garut memiliki semangat menulis.

“Tujuan kegiatan ini menginginkan hari ini untuk membangkitkan kembali, membaca, menulis dan diskusi sebagai salah satu ciri masyarakat intelektual,” kata Fujia disela-sela kegiatan tersebut.

Fujia menjelaskan, masyarakat intelektual harus mempunyai kemampuan menulis, sehingga gagasan cemerlang yang dimiliki masyarakat intelektual dengan sendirinya dapat dituangkan kedalam tulisan agar tidak hilang ditelan zaman.

“Ada pepatah sepandai apapun orang tapi tidak ditulis dalam karya maka akan hilang,” Ucapnya.

Sementara itu, Dedi Mulyadi saat ditemui usai memberikan materi menyatakan, mahasiswa sebagai kaum intelektual harus memiliki kemampuan menulis dari setiap gagasan pemikirannya untuk dituangkan menjadi karya tulis.

“Menulis itu penggalian kebudayaan, menghidupkan bahasa, makanya harus menulis, labrak aturan yang membatasi jangan takut untuk menulis,” kata Dedi

Menurutnya, sejauh ini kendala mahasiswa sebagai pemula untuk menulis yaitu adanya aturan yang kaku sehingga berdampak juga pada cara berpikirnya yang seolah dibatasi.

“Memang terdapat aturan standarisasi yang bersifat akademis yang tanpa disadari telah membuat orang saat menulis tidak ekspresif. Padahal seharusnya aturan tidak baku harus dibedakan, aturan penilaian akademis harus diubah substantifnya, maka menulislah dulu,”Tutur Bupati Purwakarta itu.

Dedi mencontohkan, aturan yang membingungkan seperti membatasi jumlah karakter penulisan, bagi yang sudah pintar menulis terkadang dianggap ada pembatasan pemikiran. Sedangkan bagi penulis pemula, jumlah karakter yang ditentukan itu seolah-olah saat menulisnya berpikir untuk mencapai karakter yang ditetapkan itu.

“Karakter terlalu banyak seolah dibatasi, yang baru menulis berusaha menanjak untuk mencapai jumlah karakter itu, menulis ini dibatasi oleh sebuah aturan,” Tegasnya.***Irwan Rudiwan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *