PERISTIWA

Neti Guru SD Korban Pembunuhan, Tulang Punggung Keluarga

Foto Korban Neti Sugiarti (20), warga Kampung Manisi RT 02 RW 06, Desa Pameungpeuk, Kecamatan Pameungpeuk. Foto Istimewa
Foto Korban Neti Sugiarti (20), warga Kampung Manisi RT 02 RW 06, Desa Pameungpeuk, Kecamatan Pameungpeuk. Foto Istimewa

Gapura Garut,- Kematian (alm) Neti Sugiarti (20), guru SD yang menjadi korban pembunuhan di landasan TNI AU, Kecamatan Cikelet, benar-benar menyisakan luka yang mendalam bagi seluruh anggota keluarga korban.
Pihak keluarga (alm) Neti saat menjalani pemeriksaan di Mapolres Garut mengungkapkan kepedihan atas meninggalnya Neti yang merupakan satu-satunya harapan keluarga.

Dalam pemeriksaan itu terungkap, bahwa ayah Neti, Sugiarto (45), tidak terima atas perbuatan Indra (27) yang tega membunuh tulang punggung keluarga mereka

“Saya tidak ridho dan tidak bisa menerima, jika pelaku pembunuhnya dihukum ringan nanti. Saya ingin dia dihukum berat, dihukum mati,” kata Sugiarto yang tinggal di Kampung Manisi RT 02 RW 06, Desa Pameungpeuk, Kecamatan Pameungpeuk, di Mapolres Garut, Jumat (24/10/2014) siang.

Sugiarto sendiri mengaku tidak menyangka bila putri sulungnya itu akan pergi secepat itu untuk selamanya. Pasalnya, Neti merupakan harapan dan kebanggaan keluarga.

“Kami menggantungkan harapan dan doa yang teramat besar untuk Neti. Menjadi seorang guru adalah cita-citanya. Saya mengakui, kami dari kalangan ekonomi kecil tidak bisa berbuat banyak untuk dapat menanggung seluruh biaya Neti demi menggapai cita-citanya sebagai guru. Bahkan saya sempat bilang sama Neti, kalau dia malu berasal dari keluarga seperti ini, lebih baik sembunyi saja. Kami hanya bisa berdoa agar selalu ada jalan untuknya. Namun di tengah perjalanan, pelaku pembunuh itu merusak semuanya,” tuturnya sambil berlingang air mata.

Perwakilan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) wilayah Garut selatan, Ade Manadin, membenarkan kondisi ekonomi yang dihadapi oleh keluarga Neti. Ade yang juga menjabat sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Disdik Kecamatan Caringin ini menyebutkan, honor Neti mengajar dalam satu bulannya hanya Rp 500 ribu.

“Honor itu dipergunakan untuk membantu penghidupan keluarga dan membayar biaya kuliah. Karena biaya kuliah per semesternya tinggi, PGRI juga sampai ikut membantu. Namun hanya Rp500 ribu untuk satu semester. Sisanya, Neti sendiri yang mengumpulkan dari hasil honornya mengajar. Satu semester, biaya kuliah Neti Rp4 juta,” ungkapnya.

Ade menmbahkan, pihak PGRI pun telah mengupayakan agar Neti yang tidak lain adalah guru honorer di SDN Bojong 2 Pameungpeuk, mendapat tunjangan sertifikasi dari pemerintah pusat sebesar Rp 3 juta per semester. Tunjangan tersebut memang diperuntukan bagi para guru, baik PNS ataupun honorer, yang telah memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).

“Kalau terjaring, Neti akan mendapatkan tunjangan itu pada 2015 mendatang. Tujuannya kami membantunya tidak lain adalah untuk meringankan biaya kuliahnya,” paparnya.

Atas kejadian pembunuhan itu, Ade mengimbau kepada seluruh guru yang masih lajang untuk berhati-hati dalam bergaul. Ia berharap peristiwa yang menimpa tenaga pendidik tidak terulang di kemudian hari.

Diberitakan sebelumnya, Neti ditemukan tewas di landasan TNI AU, Kecamatan Cikelet, pada Senin 20 Oktober 2014 sekitar pukul 13.00 WIB. Dia dibunuh Indra, pemuda pengangguran asal Kampung Tanegan, Desa Paas, Kecamatan Pameungpeuk, dengan cara dicekik selama hampir 20 menit.

Sebelum dibunuh, Neti sempat diperkosa terlebih dahulu. Sejumlah benda berharga miliknya, yaitu handphone dan uang tunai sebesar Rp105.500, digasak pelaku.

Atas perbuatannya, Indra dijerat pasal berlapis karena telah melakukan tindak perkosaan, pencurian, dan pembunuhan. Pelaku diancam KUHP Pasal 340, atau Pasal 338, atau Pasal 291 ayat 2, dan atau pasal 365 ayat 3 dengan hukuman antara penjara selama 15 tahun, seumur hidup, hingga hukuman mati.***TG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *