PERISTIWA

Kolom Agama di KTP Minta dikosongkan, Aliran Kepercayaan Menyebar di Banjar

ktp kosong agama

Gapura Kota Banjar,– Sejak ramainya desakan sebagian kelompok untuk menghapus kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP), kini  ratusan warga di Kelurahan Bojongkantong dan Desa Kujangsari Kecamatan Langensari Kota Banjar, Jawa Barat, malah  sudah sejak lama mengosongkan kolom agama pada e-KTP mereka.

Pengosongan kolom agama tersebut sudah lama terjadi, hal ini dilakukan saat pengajuan pembuatan e-KTP dulu. Bahkan mereka secara terang-terangan meminta agar kolom agama pada KTP mereka dikosongkan.

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, ratusan  warga tersebut menganut aliran kepercayaan yang tergabung dalam Paguyuban Budaya Bangsa. Aliran Kepercayaan tersebut sangat kental dengan adat dan budaya jawa yang telah berkembang di wilayah itu sejak puluhan tahun yang lalu.

Seperti diakui Sandiarjo (67) warga Dusun Kalapasabrang, Desa Kujangsari, Kecamatan Langensari Kota Banjar. menurutnya,  kepercayaan yang dianutnya merupakan warisan dari nenek moyangnya, sehingga pengosongan kolom agama di KTP itu juga sudah berlangsung sejak lama dan terus turun temurun.

“sudah sejak lama saya mengosongkan kolom agama di KTP, karena memang kepercayaan yang kami anut juga sudah sejak lama kamimpegang teguh”, Kata Sandiarjo,  Senin (10/11/2014).

Ia menambahkan, bersama anggota paguyuban tersebut mereka rutin melakukan pertemuan untuk melakukan ritual atau hanya sekedar tukar pikiran. Namun demikian meski berbeda keyakinannya dengan masyarakat pada umumnya, mereka mengakui masih percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sementara itu kepala desa Kujangsari, Siti Aisyah membenarkan bahwa  ada puluhan warganya yang meminta kolom agama pada KTP-nya dikosongkan.

“memang benar, namun jumlahnya tidak lebih dari 50 kepala keluarga,”Ungkapnya.

Siti menambahkan bahwa penganut kepercayaan itu tidak hanya di Desa Kujangsari saja, namun telah menyebar di wilayah kecamatan Langensari. Selama mereka tidak menganggu ketertiban umum, dan tidak menodai agama yang sudah diakui pemerintah, pihak desa tidak mempermasalahkannya, karena hal tersebut sudah menjadi pilihan dan itu merupakan hak mereka.***Hermanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *