PERISTIWA

Aksi Mahasiswa Garut, Soroti Lemahnya Penyelesaian Konflik Pertanahan

gambar lustrasi demo
gambar lustrasi demo

Gapura Garut ,- Puluhan mahasiswa dari Aliansi Slidaritas Peduli Sosial Kabupaten Garut kembali menyuarakan terkait penanganan dan penyelesaian konflik yang bersumber dari persolanan agraria. Para aktifis Mahasiswa tersebut aksi turun kejalan di   kawasan Simpang Lima dan Gedung DPRD Kabupaten Garut.

Para Mahasiswa menilai komitmen pemerintah, BUMN, dan Perum Perhutani KPH Garut tidak tegas dalam setiap penyelesaian konflik sosial yang ada di masyarakat. “Pertegas komitmen dan responsif terhadap penyelesaian sengketa masyarakat terkait pertanahan, perkebunan, dan kehutanan,” kata Koordinator Mahasiswa Muhlis Munawar, Senin (12/10/2015).

Selain dianggap tidak tegas, Muhlis melihat kinerja Tim 11 dan Komisi A terkait konflik agraria belum maksimal. Pasalnya, hingga kini beberapa konflik agraria antara masyarakat penggarap dan perusahaan perkebunan selaku pemegang Hak Guna Usaha (HGU) tak juga terselesaikan.

“Masih banyak masyarakat yang seolah-olah terjajah di negeri sendiri. Petani penggarap lahan seolah terusir dari tanah negara karena beberapa konflik agraria belum selesai,” ujarnya.

Muhlis menyatakan amanat negara dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 45 yang berbunyi bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat itu belum benar-benar terealisasi. Begitu pula dengan beberapa peraturan penguat setelahnya, seperti Kepres Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Tentang Pertanahan, serta aturan lainnya.

“Kami melihat amanat dan semua aturan itu tidak dijalankan. Padahal sejatinya, pemerintah bukan melindungi kepentingan rakyat, tapi hanya melindungi kapitalis yang mengeruk kekayaan alam,” ucapnya.

Mereka pun meminta pemerintah untuk menegakan supremasi hukum terhadap stakeholder yang berkaitan dengan sengketa agraria yang dialami masyarakat. “Pemerintah juga harus melakukan evaluasi lahan-lahan perkebunan dan kehutanan yang dimiliki para investor, BUMN, dan Perum Perhutani,” imbuhnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Garut Iman Alirahman mengapresiasi tuntutan yang disampaikan puluhan mahasiswa tersebut. Ia mengakui, kinerja tim penyelesaian sengketa konflik kerap kali terkendala beberapa hal.

“Meski tim kami telah difasilitasi Komnas HAM, rupanya masih terdapat kendala dalam beberapa penyelesaian sengketa konflik. Salah satunya yaitu kendala ketika persoalan ini ditarik ke tingkat kementrian oleh sebab pihak perkebunan atau PTPN tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Iman.

Contohnya adalah sengketa antara masyarakat dengan PTPN Dayeuh Manggung dan Buni Syailendra. Di level masyarakat dan pihak perkebunan, sengketa ini dapat diselesaikan dengan baik.

“Posisi di level bawah sudah bisa diselesaikan dengan baik, tapi di atas (kementrian) lain lagi. Ini kadang kendalanya, namun saya sepakat bila tim ini harus lebih efektif lagi,” ujarnya.

Pada umumnya, pihak yang bersengketa baik masyarakat dan perkebunan bersikeras dengan pendiriannya masing-masing. “Pihak perkebunan selalu menunjukan aspek legal hak atas tanah, sementara masyarakat menyampaikan hak riwayat pengelolaan tanah itu sendiri,” tambah Iman.***Bro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *