INFO RAMADHAN

Mesjid Cipari Sisa Perjuangan Warga Garut Lawan Penjajah

Mesjid As- Syuro Cipari Garut mesjid berhaya ardeco,foto istimewa

Gapura Garut ,-  Bangunan mesjid Asy-Syuro, di Kampung Cipari, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut, Jawa Barat ini, sekilas lebih menyerupai gereja bergaya bangunan khas eropa pada umumnya.

Dan bangunan gaya art deco ini hasil rancangan arsitek Abi Kusno, salah satu putra bangsa yang juga petinggi Sarekat Islam (SI). Mesjid ini menjadi kebanggaan masyarakat Garut dan Jawa Barat sebagai mesjid warisan perjuangan para tokoh pergerakan Indonesia yang masih berdiri kokoh hingga kini.

“Namanya menggunakan Asy-Syuro yang artinya musyawarah atau biasa dipakai musyawarah,”  ujar Nasrul Fuad, pengurus Yayasan Pesantren Cipari, Selasa, 30 Mei 2017.

Mesjid simbol perjuangan itu memang tampak cukup unik, berawal dari surau berukuran 4 x 5 meter yang dibangun pada 1890 an, namun karena kecil tidak mampu menampung massa yang kerap dipakai rapat penting para tokoh pergerakan nasional saat itu.

“Disitulah para tokoh SI rembug membangun mesjid besar (Asy-syuro),” kata dia.

Dilakukan secara urungan tokoh warga, pendanaan pembangunan mesjid lebih banyak ditanggung KH Safii dari Bayongbong, sementara lahan mesjid diperoleh dari wakaf keluarga Haji Hasan dan Haji Bustomi. “Masyarakat sekitar hanya bantu tenaga dan kuli bangunan,” ujarnya.

Dari awal perencanaan yang digagas sekitar tahun 1925 itulah, mesjid akhirnya rampung pada 1936 sesuai yang tertera dalam plat perunggu yang ditancap di pintu masuk mesjid. “Kenapa menyerupai Gereja? Karena memang konsep yang lagi tren saat itu ya seperti itu, kebetulan salah satu arsiteknya juga ada yang dari Belanda selain Abi Kusno,” papar dia.

Awalnya paska pembangunan kontruksi selesai, banyak warga protes dengan bentuk mesjid yang menyerupai gereja, namun setelah rembug antar tokoh pergerakan termasuk peran KH Yusuf Tauzirie, salah satu pengasuh Pesantren Cipari yang punya akses ke pengurus pusat SI, protes tersebut akhirnya reda.

“Para sesepuh disini berfikir, suatu saat saat mesjid bakal jadi ikon karena bentuknya unik ini dan benar,” kata dia.

Kehadiran mesjid yang berusia hampir seabad itu memang cukup penting bagi tokoh pergerakan Indonesia saat itu, Garut yang menjadi cabang Sarekat Islam di bawah koordinator Solo yang menjadi markas utama, memegang kendali dalam melakukan propaganda perjuangan kemerdekaan Indonesia.

“Cabang Garut saking besarnya malah ada dua cabang dalam satu kabupaten Garut kota dan GarutbTimur, jadi memang Garut sangat penting,” ujarnya.

Tak mengherankan, meskipun kota Garut terbilang jauh di wilayah Jawa Barat Selatan, tokoh sentral Sarekat Islam saat itu seperti Muhammad Roem, HS Cokroaminoto, Abi Kusno dan lainnya pernah rapat dan singgah merasakan sejuknya hawa pegunungan tatar sunda.

“Padahal saat itu tahun 1930-an belum ada NKRI, namun dalam rapat-rapat yang dilakukan sudah membicarakan kebangsaan mengenai negara kesatuan republik Indonesia seperti sekarang ini,” ujar dia yang merupakan salah satu keluarga pesantren tua di Garut itu.

Memasuki era perang kemerdekaan, peran Pesantren Cipari dan mesjid Asy-Syuro semakin tak terbantahkan, ratusan santri dan masyarakat sekitar dididik sebagai tentara pejuang laskar kemerdekaan dibawah gemblengan Hizbullah.

“Jadi bukan hanya rapat pergerakan kemerdekaan saja, tapi juga dijadikan sebagai kegiatan masyarakat mulai pengajian hingga tempat persembunyian masyarakat,” ujar dia.

Ketika perjuangan kemerdekaan diraih paska pembacaan teks kemerdekaan 1945. Peran sentral mesjid Asy-Syuro tetap diperhitungkan. Beberapa serangan separatis Darul Islam Tentara Islam Indonesia (DII TII) tidak menghoyahkan peran rumah suci tersebut. “Pernah dibom nanas oleh DI TII bersyukur atas izin Alloh, mesjid tidak hancur dan bertahan hingga kini,” kata dia.***JSN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *