SENI HIBURAN

Hari Komedi Indonesia 2014 : Wujud Penghormatan Abadi Untuk Bing Slamet

Hari Komedi Indonesia 2014 (Bagian 1)

Oleh : Yoyo Dasriyo

Sebuah adegan komedi dalam film “Bing Slamet Koboy Cengng” karya (alm) Nyak Abbas Akup. Dari kiri: Vivi Sumanti, (alm) Iskak), (alm) Bing Slamet dan Mieke Widjaya. Film ini merebut gelar “Film Komedi Terbaik” FFI 1975 Medan, dan memenangi lambang film terlaris. (Dokumentasi Yodaz)
Sebuah adegan komedi dalam film “Bing Slamet Koboy Cengng” karya (alm) Nyak Abbas Akup. Dari kiri: Vivi Sumanti, (alm) Iskak), (alm) Bing Slamet dan Mieke Widjaya. Film ini merebut gelar “Film Komedi Terbaik” FFI 1975 Medan, dan memenangi lambang film terlaris. (Dokumentasi Yodaz)

SEJUMLAH insan komedian Indonesia sepakat, mencanangkan 27 September 2014 sebagai momentum Hari Komedi Indonesia. Disaksikan Tarzan, Marwoto, serta para komedian lainnya, Denny Candra dan Komeng dalam tayangan ILK (Indonesia Lawak Klub) di Trans-7 (26/9), mengemukakan penanggalan bernilai kesejerahaan insan pelawak itu, bertolak dari kelahiran (alm) Bing Slamet, figur seniman multi talenta kelahiran Cilegon Banten, 27 September 1927.

Kepergian abadi Bing Slamet,17 Desember 1974, menyentak segenap lapisan masyarakat! Tentu saja, karena berita duka itu terumbar, saat kondisi seniman yang tengah menjalani perawatan.itu membaik. Bahkan, bersiap membintangi lagi film “Ateng Raja Penyamun”. Kejutan kedukaan (alm) Bing Slamet, masih berdekatan dengan suasana berkabung insan musik Indonesia, atas tragedi maut yang mengenaskan, 9 Juli 1974 di Jakarta. Dua pemusik handal “God Bless” tewas!

Pemuja musik hingar-bingar tersentak. Fuad Hassan (32) dan Soman Lubis (22), pemusik idola kaum muda tewas, waktu boncengan naik motor Yamaha yang bertabrakan dengan sebuah truk. Fuad Hassan, top drummer Indonesia yang terseret truk sejauh 23 meter, tewas seketika. Soman Lubis pemain organ yang terlempar 12 meter dari lokasi tragedi, tiga jam kemudian meninggal dunia di RS Fatmawati, Jakarta. Dunia musik Indonesia tiba-tiba kehilangan penabuh drum sekaliber Fuad Hassan. yang baru empat bulan menikahi Camelia Malik.

Belum juga kering kedukaan itu, Bing Slamet komedian fenomenal wafat. Harus diakui, hingga kini Bing Slamet belum tergantikan! Pilihan yang realistis, saat kelahiran “maskot” grup lawak “Kwartet Jaya” semasa hidup Eddy Soed, Iskak dan Ateng itu, dijadikan titik awal sejarah Hari Komedi Indonesia. Tak hanya menggelitik tawa penonton, Bing pun seorang penyanyi dan pernah memenangi pemilihan Bintang Radio. Di balik itu, Bing sukses pula sebagai pencipta lagu, pemusik Band “Eka Sapta” dan aktor film kampiun komedi.

Sejumlah lagu kemasyhurannya tecatat seperti “Tidurlah Si Buyung”, “Sansaro”, “Burung Nuri”, serta “Bunda Piara”. Kemerduan suaranya abadi dalam lagu legendaris “Nonton Bioskop” yang dibuat bersama (alm) H Benyamin S, iringan Band “Arulan” pimpinan Yarzuk Arifin (1968). Bersama “Arulan” pula, dalam album priringan hitam komplasi “Aneka 12” itu, Bing menulis dan menyanyikan lagu “Sri Rahayu”. Sehari sepeninggal Bing, Titiek Puspa lalu mengekspresikan rasa kehilangannya ke dalam lagu “Bing”, yang mendongkrak reputasi Grace Simon.

Sebagian lagu sendu yang amat ekpessif itu beryairkan: “Kapan lagi kita kan bersama. Kapan lagi bercanda. Tiada hari seindah dahulu lagi. Tiada mungkin kembali. Tiada nama seindah namamu lagi. Tiada, tiada Bing lagi…!” Sayang, waktu simbol penghargaan untuk Bing Slamet diserahkan kepada Adi Bing Slamet, “ILK” tidak menampilkan penyanyi melagukan “Bing”. Justru, Adi Bing Slamet dan para pengusung acara itu mendendang “Nonton Bioskop”!

Tak hanya penetapan momentum Hari Komedi Indonesia, wujud penghargaan untuk seniman serba bisa itu, sudah diabadikan jadi Piala Bing Slamet sebagai simbol pengakuan “film komedi terbaik dan terlaris” di pentas FFI (Festival Film Indonesia). Ini merupakan kejelian panitia dalam upaya menggiring kelahiran film komedi jempolan dan laris di pasar film. Sebelumnya lambang Film Komedi Terbaik di FFI dihadiahi Piala Khusus.

Di puncak FFI 1974 Surabaya, Piala Khusus itu dimenangi film komedi musikal “Ambisi” karya (alm) Nyak Abbas Akup, yang membintangkan Bing Slamet dan (alm) Fify Young. Simbol “Film Terlaris” berbentuk Piala GPBSI (Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia) sebelum berganti Piala Antemas, diraih film “Ratapan Anak Tiri” karya (alm) Sandy Suwardi Hassan. Film komedi lain yang pernah memenangi predikat film terlaris, tercatat film “Pintar-Pintar Bodoh” karya (alm) Nawi Ismail di FFI 1982 Jakarta, “Maju Kena Mundur Kena“ (FFI 1984 Yogyakarta) karya Arizal, “Bing Slamet Koboy Cengeng” (Nyak Abbas Akup) sekaligus jadi “Film Komedi Terbaik” FFI 1975 Medan.

Karya sutradara film komedi jempolan itu pula yang memenangi Piala Antemas FFI1978 Ujungpandang, atas film komedi sex “Inem Pelayan Sexy”. Tahun 1987, film “Kejarlah Daku Kau Kutangkap” karya (alm) Drs H Asrul Sani berjaya meraih Piala Antemas di FFI Jakarta-Bali ***

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *