SENI HIBURAN

Di Balik “Harapan” dan Pendatang Baru Terbaik, Dari Suzanna Hingga Kejutan Djenar Maesa Ayu

Aktris film berparas sendu, (alm) Tanty Yosepha), awal kariernya sebagai penyanyi pop mencuatkan lagu “Kembali” dan “Seiring Sejalan” (1969). Tahun 1975, mantan aktris harapan 1973 ini bergelar Aktris Terbaik di FFI dan FFA. (Foto YODAZ)
Aktris film berparas sendu, (alm) Tanty Yosepha), awal kariernya sebagai penyanyi pop mencuatkan lagu “Kembali” dan “Seiring Sejalan” (1969). Tahun 1975, mantan aktris harapan 1973 ini bergelar Aktris Terbaik di FFI dan FFA.
(Foto YODAZ)

Di Balik “Harapan” dan Pendatang Baru Terbaik (Bagian 2)

Oleh : Yoyo Dasriyo

VONIS yang mencoreng citra dunia perfilman nasional di FFI 1977 Jakarta pun, sebenarnya ulang perisiwa di Apresiasi Film Indonesia 1967. Dewan juii hanya memilih (alm) H Misbach Yusa Biran sebagai Sutradara Terbaik dari film drama musikal “Di Balik Tjahaja Gemerlapan”. Suami aktris Nani Widjaya pula, yang terpilih jadi Penulis Cerita Asli Terbaik Untuk Film dari film “Menjusuri Djedjak Berdarah”. Di FFI 1978 Ujungpandang, Rachman Arge mencuat sebagai Aktor Harapan dari film “Jumpa di Persimpangan”.

Gelar Aktor/Aktris Harapan yang muncul di FFI 1979 Palembang, terbagi untuk Alan Suryaningrat (“Pengemis Dan Tukang Becak”), dan Nur ‘Afni Oktavia (film “Pulau Cinta”). Amak Baljun dari film “Janur Kuning” karya (alm) Alam Rengga Surawidjaya), dan Farah Meuthia dalam film “Yuyun” karya (alm) Arifien C Noer, berperingkat “harapan” di FFI 1980 Semarang.

Penampilan menarik dari Adi Kurdi dalam film “Gadis Penakluk” (Edward Pesta Sirait) menuai gelar Aktor Pendatang Baru Penuh Harapan FFI 1981 Surabaya. Kenyataan membuktikan, banyak harapan di balik peraih gelar “harapan” bisa berbuah prestasi gemilang. Reputasi (alm) Tanty Yosepha sang “aktris harapan pendatang baru terbaik” FFI 1973, melesat sebagai The Best Actrees versi PWI Jaya Seksi Film 1974, dari film “Suster Maria” (SA Karim).

Pamor Tanty kian berkilat dengan kemenangan ganda sebagai Aktris Terbaik FFI 1975 Medan, dan Aktris Terbaik di Festival Film Asia (FFA) ke-21 Jakarta, dari film “Setulus Hatimu” karya Arizal. Tanty Yosepha sang penyanyi berparas rupawan bersuara sendu dengan kepopuleran lagu melankolis “Seiring Sejalan” (Wedhasmara) dan “Kembali” (Jasir Syam), pernah lama membintang dalam kejayaan perfilman nasional era 1970.

Kekuatan akting Tanty Yosepha masih berdaya saing di FFI 1982 Jakarta, dari film “Dokter Karmila” (Nico Pelamonia). Tetapi, pesona akting Tanty dipatahkan Jenny Rachman dari film “Gadis Marathon” (alm Chaerul Umam). Ingat kembali sukses gemilang Ismail Soebardjo jadi Sutradara Terbaik FFI 1981 Surabaya dari film “Perempuan Dalam Pasungan”, dan filmnya jadi Film Terbaik, seolah pembenaran harapan dan kecermatan dewan juri FFI 1977 yang memilihnya sebagai “Sutradara Harapan Terbaik” .

Harus diakui, tidak semua pemenang gelar harapan, berpeluang memantapkan prestasinya. Laju karier Arman Effendy (1973), Enteng, Tanamal, Marini (1976), Racman Arge (1978), Nur Afni Oktavia, Alan Nuary (1979), Amak Baljun, Farah Meuthia (1980), hingga Adi Kurdi (1981), bukti lain dari kenyataan yang layu sebelum berkembang. Kalaupun Roy Marten menguat di ladang perfilman, tetapi dicapainya sebelum bergelar Aktor Harapan (1977).

Direntang 32 tahun, Djenar Maesa Ayu seolah “pemecah” rekor kejutan gelar baru “Sutradara Harapan Terbaik” unuk Ismail Soebardjo di FFI 1977 Jakarta (film “Remaja 76”) Surprise, Djenar Maesa tak hanya “Sutradara Baru Terbaik” dari film “Mereka Bilang Saya Monyet” di FFI 2009 Jakarta. Film karya puteri (alm) Drs Syumandjaya dan Tutie Kirana itu pula, menuai gelar Aktris Terbaik untuk Titi F Syuman berikut Aktris Pendukung Utama Terbaik (Henidar Amroe) dan Piala Citra skenario adaptasi terbaik bersama Indra Herlambang.

Bisa dimaknai, kemenangan Djenar Maesa sebagai kebijakan terpuji dewan juri FFI 2009 Jakarta, di balik penobatan Aria Kusumadewa jadi Sutradara Terbaik, dan film “Identitas” sang pemenang Film Terbaik. FFI 2009 membuka babak baru dalam peta kekuatan wanita sudradara film, yang sebelumnya nyaris tak pernah diperhitungkan. Djenar Maesa Ayu mampu memantapkan kekuatan itu. Power wanita dalam penyutradaraan film. menggejala di FF! 2008 Bandung yang menjayakan Mouly Surya sebagai Sutradara Terbaik dan berbuah Film Terbaik atas film “Fiksi”.

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *