SENI HIBURAN

Peringatan Kelahiran Nike Ardilla : Misteri Merintang “Gadis Bintang”

Yugi Giovani, Cut Irna, Silvya Laurent dan (alm) Nike Ardilla. Mereka beraksi di halaman studio TVRI Pusat, jelang promosi album Cut Irna.  (Foto: Dokumentasi Yodaz)
Yugi Giovani, Cut Irna, Silvya Laurent dan (alm) Nike Ardilla. Mereka beraksi di halaman studio TVRI Pusat, jelang promosi album Cut Irna.
(Foto: Dokumentasi Yodaz)

Peringatan Kelahiran Nike Ardilla : Bagian ke 10

Oleh: Yoyo Dasriyo

Nike tak bisa memaksakan kehendak, saat skenario sinetron “Tragedi Bagendit” yang saya tulis, diproduksi TVRI Pusat (1989). “You mesti ngasih peluang untuk Nike itu, peran utama dong! Jangan peranan pembantu.. ” kata Denny Sabri bergaya serius. Siapa sutradara atau produser filmnya, yang mau menampilkan Nike Astrina berperan utama? Dalam kariernya yang masih berproses, keberadaan “Neng Geulis” sebagai artis pendatang belum “laku dijual”! Di media cetak pun masih luput dari perhatian.

Tulisan pertama tentang Nike yang saya kirim ke koran, baru dimuat satu kolom di rubrik kecil “Siapa” (HU “Suara Karya”, Sabtu, 26 September 1987), berjudul “Nike Astrina Diincar Film”. Persaingan artis pedatang kian menghangat. Apa boleh buat, Denny Sabri tak bisa bertahan memendam potensi Nike. Terlebih saat Cut Irna yang menarik perhatian besarnya, tampil berperan penting di film “Gadis Foto Model” karya S Marcus bersama Anneke Putri, Alvian, Kiky Amalia dan Conny Suteja. Denny pun berbagi kebahagiaan.

Nike yang sangat kental dalam keseharian Cut Irna, turut pula dihadirkan di film itu.“Prospek karier Nike cukup menjanjikan! Nanti saya bawa lagi Nike dalam produksi lainnya” ucap (alm) Syamsuddin, mantan suami Yatie Octavia, sang produser PT “Syam Studio Film Production” yang menggarap film itu. Denny terusik pula membintangkan Nike Astrina dan Cut Irna, di film “Gadis Bintang”. Rancangan produksi film drama musikal remaja itu jadi obsesinya, karena Nike masih juga berperan kecil di film “Si Kabayan Saba Kota” (1989).

Namun film garapan H Maman Firmansyah itu, mempertemukan dan mengakrabkan Nike dengan Paramitha Rusady, bintang diidola lainnya, di luar Ida Iasha. Denny meminta saya membuat skenario film “Gadis Bintang”. Cut Irna dan Nike difigurkan sebagai kakak-beradik, “Sarah” dan “Ratna”. Dua-duanya berkarier sebagai penyanyi. Sukses cemerlang ”Ratna”, tidak membuat gadis manja berparas cantik itu tinggi hati. Sebaliknya, “Ratna” menunjukkan kepedulian sosial tinggi. Setiap pulang ke kampung halaman pun menjumpai guru-guru sekolahnya, hingga membiayai teman sekelasnya yang terbaring sakit.

Gadis bintang bukan hanya di pentas musik, namun juga dalam kehidupan “Ratna”. “Hohohoooo…, Eneng seneng banget jadi gadis bintang! Apalagi nanti main bareng sama Teh Irna. Pokoknya, seneeeng deh…” sambut Nike melonjak ceria. Ketika produksi film itu dipersiapkan, Denny Sabri menghadirkan kenalannya ke rumah saya. Konon, seorang paranormal kenamaan dari Jakarta. Denny iseng menyodorkan skenario film “Gadis Bintang” untuk diterawang. Sang paranormal menyebut film itu bakal sukses, tetapi bintang utamanya akan mengalami sakit keras.

Diingatkannya, sebelum film diproduksi, Denny harus menemui lagi paranormal itu. Sesaat Denny Sabri tertegun… Hasrat menggelar produksi film “Gadis Bintang”, menuai keraguan dan tanya tak terjawabkan. Mungkin juga sugesti! Siapa bintang utama yang dimaksudkan paranormal itu? Lakon film drama musikal itu memang mendua pemeran utama wanita. Cut Urna, untuk tokoh “Sarah”, dan (alm) Nike Ardilla sebagai “Ratna”. Namun muara ceritanya memposisikan “Ratna”, sebagai “Gadis Bintang”! Saya dan (alm) Denny Sabri bertanya-tanya.

Paranormal itu pun bergeleng kepala. Program produksi film sebagai terobosan siasat pengorbitan Cut Irna dan Nike Ardilla pun, ditunda tanpa kepastian. “Kunaon film ‘Gadis Bintang’ teh teu acan diproduksi wae atuh?” tanya Ny Ningsihrat Kusnadi tak sabar. Itu bisa dimaknai, Denny Sabri merahasiakan temuan paranormal, yang bisa mencemaskan ibu Nike. Saya pun tak pernah bicara tentang misteri, yang membalut rencana produksi film itu. Dibiarkan saja berlalu. Saya dan Denny Sabri semasa hidupnya, seolah kompromi untuk merahasiakan tanda tanya seputar film “Gadis Bintang”.

Manakala kejutan duka kepergian abadi Nike tergelar, saya hanya menduga-duga. Adakah tragedi maut itu, berkait dengan “ramalan” keganjilan paranormal? Namun itu jauh sebelum Nike membintang. Lagi pula, “Gadis Bintang” pun belum jadi diproduksi…. Uniknya, karakteristik “Ratna” yang saya gambarkan dalam skenario film itu berjiwa sosial, justru menjelma dalam sikap terpuji Nike. Sepeninggal sang “mega bintang”, pemberitaan tentang jiwa kepedulian sosial Nike mengemuka di mass-media. *** ( Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *