SENI HIBURAN

Peringatan Kelahiran Nike Ardilla : Hujatan Manja di Telepon Umum…

Rieke Diah Pitaloka dan Yoyo Dasriyo. Tahun 1992, Rieke ditampilkan di stand pameran HPN Bandung, sebelum orang mengenalnya sebagai artis.  (Foto Moch Mahfudin M)
Rieke Diah Pitaloka dan Yoyo Dasriyo. Tahun 1992, Rieke ditampilkan di stand pameran HPN Bandung, sebelum orang mengenalnya sebagai artis.
(Foto Moch Mahfudin M)

Peringatan Kelahiran Nike Ardilla Bagian ke 14

Oleh: Yoyo Dasriyo

Sebaliknya, peringkat Nike Ardilla makin tak tergoyahkan di pentas musik slow-rock. Dikuatkan lagi dengan derasnya aksi Nke sebagai bintang iklan, film dan sinetron. Sukses itu sempat menggalau saya, Ujian kredibilitas pun menganga… Padahal, saya tak pernah berpamer “sok akrab’ dengan Nike Ardilla. Namun, hari-hari jelang peringatan Hari Pers Nasional 1992 di Bandung digelar, mendadak tak ada lagi alasan saya menunda kunjungan ke rumah Nike. Saya ditugaskan menghadirkan sang mega bintang itu di stand pameran HPN.

Rekan-rekan wartawan Jakarta di suratkabar, tempat saya bekerja, mengaku “kalah akrab” dengan Nike. Mereka pesimis!. Tugas itu mendebarkan. Terlebih, karena banyak media cetak di Jakarta, bersaing memburu Nike. Belum lagi, Denny Sabri pun tidak berani menjamin bisa menghadirkan bintang itu. Kegiatan Nike terlanjur padat. Nike banyak terikat kontrak kerja, yang menyempitkan kemungkinannya untuk mengisi acara di pameran. Justru pimpinan surakabar optimis bisa “menggaet” Nike, dengan jaminan kedekatan saya.

Sungguh, beban tugas ini ujian berat bagi saya. “Pokoknya, kalau Nike Ardilla tidak bisa dihadirkan, apalagi minta bayaran tinggi, anda ‘nggak usah nulis lagi tentang dia…!” canda seorang redaktur di Jakarta. Saya galau. Tidak berani menjamin. Namun, apapun hasilnya, saya meluncur juga ke rumah Nike. Lagi-lagi, sang “mega bintang” tidak berhasil dijumpai. “Si Eneng lagi syuting! Mungkin pulang minggu depan..” sambut Ibu Nike. Meski begitu, beban tugas mulai memudar.

Ayah sang bintang, (alm) RE Kusnadi, memberi harapan. Saya diminta mengabari kepastian waktu untuk penampilan Nike. Semua rekan seprofesi di kantor perwakilan koran itu berbunga-bunga. Mereka menyalami “sukses” saya, yang menjanjikan kehadiran sang bintang. Saya balik minta mereka, untuk bersiap menjemput Nike. Tetapi tugas saya belum selesai. Stand di pameran itu, membutuhkan sejumlah artis lainnya. Saat itu terpikir menghadirkan Yessy Gasela, Rieke Diah Pitaloka dan Lena. Pamor keartisan Yessy Gasela, mulai berangkat populer di pentas musik slow rock.

Saya temukan potensi gadis itu, saat masih bernama Yessy Handriyani. Saya lalu usulkan ke Denny Sabri, agar gadis Cikajang, Garut itu dipopulerkan dengan nama Yessy Gasela, alias Garut Selatan. Lain lagi dengan Rieke dan Lena. Mereka masih dianggap asing! Rieke hanya seorang siswi SMAN I Garut, yang baru aktif lomba baca puisi. Kalaupun Lena seringkali tampil sebagai penyanyi pop di Garut, namun belum terfokus untuk berkarier artis. Stand pameran HPN 1992 di Bandung itu, jadi peluang promosi saja untuk kedua mojang Garut itu.

Ketika jadwal pergelaran pameran kian mendekat, saya diminta lagi menghubungi Nike. Tanpa harus ke Bandung, saya minta Denny Sabri yang sore itu datang ke Garut, untuk menelepon Nike. Kami pergi ke Wartel di Jl Pramuka, Garut, karena di rumah belum tersedia fasilitas telepon. “You mesti dengar sendiri dong, bagaimana kesiapan Nike untuk HPN” kata Denny. Setelah telepon tersambung, Denny minta saya bicara dengan Nike. Baru saja saya menempelkan gagang pesawat telepon, suara nyaring Nike terdengar ceria.

Masih seperti dulu. Canda segarnya mengalir. Nike langsung merengek minta saya datang ke rumahnya. “Kenapa sih nggak pernah datang lagi ke rumah Eneng! Oom Yoyo somboong…! Somboooong…! Datang lagi ya.. ! Bener, Eneng tunggu…!” Suara “Neng Geulis” manja. Memang, saat itu pernah sama-sama lama terpisah kesibukan. Saya bilang pernah berulangkali datang ke rumahnya. Namun Nike cepat menepis sengit. Nyeroscos Suara Nike di pesawat telepon umum, balik menghujat.

“Sekarang mah Om Yoyo sih sombong..! ‘Nggak pernah mau nunggu Eneng! Nggak kayak dulu lagi. Di rumah ‘kan ada mamih, ada papi.. Pokoknya, harus sering datang lagi seperti dulu…!” Saya hanya tertawa. Membiarkan ocehan manjanya. Ketika ditanya kesiapan kehadirannya untuk stand pameran HPN, Nike melonjak ceria. “Mau,..mau, mau.., Eneng mau hadir! Tapi nanti muat lagi dong, foto Eneng yang besaaar ya! Asyiiik……!” Percakapan sore di telepon umum, ternyata tak bisa sebentar. *** (Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *