SENI HIBURAN

Peringatan Kelahiran Nike Ardilla : “Bintang Kehidupan” Itu Masih Redup

Yoyo Dasriyo (bertopi) jongkok di teras rumah di Imbanagara, Ciamis. Tampak Firdausy Machdar calon pemeran Nike kecil, diapit orangtua (alm) Nike Ardilla. (Dokumentasi Yodaz)
Yoyo Dasriyo (bertopi) jongkok di teras rumah di Imbanagara, Ciamis. Tampak Firdausy Machdar calon pemeran Nike kecil, diapit orangtua (alm) Nike Ardilla.
(Dokumentasi Yodaz)

Peringatan Kelahiran Nike Ardilla Bagian ke 21

Oleh: Yoyo Dasriyo

Seolah tiada kubur untuk kemasyhuran Nike Ardilla! Kepopuleran sederet lagu peninggalan kejayaannya, “Bintang Kehidupan”, “Seberkas Sinar”, “Nyalakan Api”, “Biarkan Cintamu Berlalu”, “Matahariku”, “Bukan Sandiwara” serta “Mama, Aku Ingin Pulang”, memanjangkan kemasyhuran dan menguatkan nama Nike Ardilla sebagai legenda anyar dalam sejarah artis nasional. Sukses gemilang kariernya pun, menembus batas generasi! Selama riwayat kedukaan artis Indonesia, memang kepergian abadi Nike menuai fenomena baru.

Sejak tragedi maut menjemput batas kehidupannya, setiap tahun digelar ritual mengenang sang bintang. Itu karena petaka Nike Ardilla, laksana sambaran petir di tengah hari. Di tengah puja dan sanjung masyarakat penggemar beratnya, musibah lalulintas tergelar saat usia sang “mega bintang” jelang 20 tahun. Tradisi tahunan mengenang Nike pula, yang turut berperan memanjangkan umur kemasyhuran sang bintang. Setahun sepeninggal Nike, banyak produser film berminat memproduksi film biografi artis belia itu. Saya pernah disibukkan membuat skenario film “Bintang Kehidupan” (1996).

Namun satu demi satu, mereka berlalu tanpa kabar. “Duka kunaon atuh..! Semua rencana film itu, belum ada yang terwujud….. “ sesal ibu Nike sambil bergeleng kepala Diam-diam rekan Armosad membuat buku biografi “Jejak Mega Bintang Nike Ardilla”, yang sempat membuat Denny Sabri uring-uringan., karena tidak memuat banyak kenangan almarhumah bersama saya. “Mestinya Armo kordinasi sama you…! You tahu banyak soal Nike” kata Denny di depan Armo. Saya cuma tertawa. “Nggak apa-apa. ‘Kang Den!… Di situ juga ada cerita canda saya sedikit, tapi nggak ada pendalaman..”

Di hari lain, Denny Sabri menemui saya sambil membawa skenario film “Mama Aku Ingin Pulang”. Sebuah skenario yang belum selesai. “Kang Yo.., tolong you revisi skenario ini! Penulisnya angkat tangan. Nggak banyak tahu tentang Nike..” katanya. Saya minta surat tertulis dari penulisnya. Skenario itu kembali dibawa Denny Sabri. Saya masih menyiapkan skenario “Bintang Kehidupan”. “Tapi saya ‘nggak mau tampil berperan dalam filmnya..” kata Denny kemudian. Berulangkali saya bujuk, Denny Sabri tetap menolak. Saya lalu memilih Harry Tasman sebagai calon pemeran Denny Sabri.

“Nah itu boleh! Harry Tasman aja yang jadi saya dalam film…” Denny Sabri tertawa. Untuk pemeran Nike kecil, saat itu disiapkan Firdausy Machdar, Gadis lincah dan berparas cantik dari Tasikmalaya, adik kandung penyanyi Delsy Nuroni. Sang gadis pun pernah saya bawa ke Imbanagara, Ciamis. Dipertemukan dengan kedua orangtua Nike. “Neng Ussy pas sekali jadi pemeran Neng Nike kecil!” sambut (alm) RE Kusnadi, sambil memeluk gadis itu. Pernah “Neng Ussy” pun mempelajari lagu “Jangan Sakiti Hatinya” nyanyian Iis Sugianto. “Lagu itu yang sering dipelajari Neng Nike waktu kecil…” kenang Ny Ningsihrat Kusnadi.

Namun sekian lama, persiapan film itu berlalu tanpa kepastian. “Kalau jadi dibuat film, pasti ceritanya seru ya…” kata ibu Nike. Rencana film itu tak pernah lagi mengemuka. Karenanya, suatu siang di pertengahan tahun 2014, saya tersentak. Harry Tasman yang dikenal sebagai pencipta lagu “Jangan Ada Dusta Di Antara Kita” dan “Rindu Yang Terlarang”, menelepon saya. Harry menyatakan siap tampil berperan sebagai Denny Sabri. “Pokoknya saya sama Deddy Dores mendukung film biografi Nike, kalau benar Kang Yoyo yang nulis cerita dan skenarionya… Udah kebayang deh ceritanya bakal seru. Penuh homor segar dan tragedinya menyentuh…” Harry Tasman optimis.

Memang saya tak menduga, kedekatan saya dengan Nike Ardilla, mengusik naluri bisnis Doddy Suhendar, produser film dari PT “Bintang Sinema”. Bersama calon sutradara Zaenal Arfien, Doddy bertandang ke rumah. Mereka mengaku, sudah mendapat izin dari keluarga Nike untuk membuat film tentang “mega bintang” itu. Namun filmnya bukan kemasan biografi. Uniknya, mereka ingin memproduksi lakon Nike Ardilla di mata wartawan, yang pernah dekat dalam kehidupannya. Saya dipilih sebagai wartawan, yang diyakininya menyimpan kenangan tersendiri. Lagi-lagi, ambisi memproduksi film tentang Nike terputus tanpa kepastian.

“Bintang Kehidupan” dalam kemasan film, Nike itu, rupanya masih redup. Belum bersinrar dengari balutan tanya-tanya tak terjawabkan. Sungguhpun begitu, tak memadamkan tradisi saya untuk menziarahi makam Nike Ardilla. Hampir saban tahun. Tidak jauh dari lokasi makamnya, dibangun Mushola “Nurul Ardillah”. Di areal itu pula, berdiri bangunan monumen berpatung Nike setengah badan. Patung berbahan batu onnyx itu, dipancangkan 21 April 1996, sebagai tanda kecintaan Lia Nathalia, gadis berdarah Manado pemuja berat Nike. Dara ini pemenang lelang “Honda Genio” D-27-AK. Sedan pengantar maut sang bintang ***

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *