SENI HIBURAN

Menapak Jejak Rhoma Irama: Memburu Veronica Irama Ke Tasikmalaya

Kenangan lawas Yoyo Dasriyo waktu perbincangan lepas dengan (alm) Veronica Irama, tahun 1975,  di Hotel “Kencana” nomer 34, Tasikmalaya. (Foto: Cang Anwar)
Kenangan lawas Yoyo Dasriyo waktu perbincangan lepas dengan (alm) Veronica Irama, tahun 1975, di Hotel “Kencana” nomer 34, Tasikmalaya.
(Foto: Cang Anwar)

Menapak Jejak Rhoma Irama : Bagian (4)

Oleh: Yoyo Dasriyo

Kreasi penggabungan musik rock ke dalam dendang, terdukung dengan kemampuan bermusik para pemain “Soneta” lainnya, yang berbasis rock dari Surabaya, Namun gerilya pembaharuan dangdut “Soneta”, mengusik suara sumbang kalangan pemusik dangdut lainnya. Musik baru Oma dituding mengingkari keutuhan ciri musik dangdut. “Biarpun saya masukkan unsur rock, tapi sebenarnya ‘Soneta tetap berpijak di dangdut. Kami tidak mengingkari dangdut, karena bunyi dangdut dari gendangnya, dan sulingnya masih kami pertahankan! Saya memang sengaja berkreasi membaharui musik dangdut, supaya musik dangdut di muka bumi Indonesia tidak loyo…” tegasnya .

Saya ingat gagasan Awab Abdullah pimpinan OM “Purnama”, di balik pembuatan film “Bandung Lautan Api” di Bandung, untuk mengadopsi underground. Saat itu, Abdullah berperan sebagai figur pasukan Gurkha. Di lain kesempatan di Cipanas Garut, Latief M yang pernah berlagu “Penglaris” dan “Hujan Duit”, berobsesi mengemas musik dangdut dengan warna musik tradisional Bali. Oma mendukung kreasi mereka. Namun sesaat Oma terdiam, lalu tersenyum: “Tapi.., bukan dia orangnya…” katanya kemudian. Nada suaranya tak terdengar.

Oma benar, karena konsep kedua pemusik dangdut itu tak pernah mengemuka lagi. Selepas perjumpaan sekilas itu, saya tahu diri. Liputan show Oma Irama dan “Soneta Grup” tidak dikirm ke Majalah “Aktuil” Bandung. Liputannya saya kirim ke media “Yudha Minggu”, dan “Suara Karya Minggu” – Jakarta, yang terbit pada 28 September 1975. Meski begitu, saya menyiasati penerbitan Majalah “Aktuil”, untuk menulis tentang Oma Irama dari Veronica Irama. Peluang jumpa Veronica terbuka. Kebetulan promotor show (alm) H Asep Ruchimat Sudjana, sobat dekat saya.

Sobat yang kemudian dikenal sebagai tokoh politik Golkar dan anggota DPR-RI itu, mengajak untuk meliput pentas musik “Soneta” ke Tasikmalaya dan Banjar. Bersama tim “Soneta”, kami melunncur ke Tasikmalaya, dan transit di Hotel “Kencana”. Siang itu banyak waktu terbuka untuk berbincang dengan Veronica, jelang memburu lokasi pentas musik di Aula Sospol Jl Pangaduan Kuda. Bermodal perjumpaan awal di Garut, sosok saya tak terlalu asing lagi di mata Oma Irama dan pendukung “Soneta Grup”. Saya bertandang ke teras kamar hotel bernomer 34, yang dihuni Veronica dan suaminya.

Hanya sesaat menunggu, Veronica lalu menyambut ramah. Penampilannya bukan lagi seperti “primadona” grup “The Beach Girls”, yang ramping semampai dengan rambut panjang tegerai. Tetapi Veronica Monikamala Agustina Timbuleng, puteri dari keluarga Adrian Oscard Timbuleng (Manado) dan Ny Flora de Bryine yang berdarah campuran Belanda-Banten ini, masih tetap anggun dan lembut. Rambutnya hanya melintas bahu Badannya agak subur. ”Dulu, berat badan saya paling cuma 45 kg. Setelah menikah bisa sampai 60 kg…” Veronica tertawa kecil, memecahkan kesan dinginnya.

Ternyata wanita berkulit kuning langsat ini komunikatif. Obrolan pun akrab dan hangat. Memang sejak Oma naik daun di kancah dangdut, Veronica tenggelam dari percaturan kancah keartisan musik. Tak banyak lagi orang kenal, dengan reputasinya semasa aktif sebagai penyanyi pop dan pemain organ “The Beach Girls”. “Saya sibuk di rumah saja, dan mengajar les piano untuk anak-anak..” katanya. Jumlah anak didiknya terpaksa dirampingkan, karena berbagi waktu dengan kesibukan mengurus manajemen “Soneta Grup”.

Pernikahannya dengan Oma Irama tahun 1971, sebenarnya tidak memadamkan karier musiknya. Dua tahun sejak berstatus nyonya, Vero masih mendukung “The Beach Girls”. “Saya masuk Beach Girls bulan Mei 1969, dan Mei 1973 saya out! Pas empat tahun” kenangnya sambil tersenyum. Dalam percaturan grup band wanita Indonesia, “The Beach Girls” pimpinan (alm) Anny Kusuma, pernah mencuatkan lagu barat “Lody” dan “Pertama Berpacaran”. Vero mengaku tak ingat lagi judul lagu-lagu yang pernah direkamnya itu. Perhatiannya tersita untuk kelangsungan “Soneta”.

Bahkan Vero pernah rekaman lagu dangdut bersama musik dendang itu, berlagu “Ada Gula Ada Semut” dan berduet dengan suaminya dalam lagu “Cinta Buta”. Kesibukan di balik layar “Soneta”, membuat Vero tak banyak lagi mengamati perkembangan grup band wanita, atau penyanyi generasi penerusnya yang bermunculan di televisi. Vero larut menuturi dunia dangdut, dan berpaling dari dunia keartisan penyanyi pop. Titian karier nyanyinya hanya bisa mengingat pernah mendukung barisan penyanyi dari Band “Dharma Musica”, “Bhayangkara, “Brimoresta”, “Sari Agung”, “The Coco’s” serta grup band wanita “The Candies”. ***
(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *