SENI HIBURAN

Kesenduan “Memori Bulan Januari”, Drama Percintaan Dalam Setahun

Penembang pop lawas, Jayanthy Mandasari (1987), pernah berjaya dengan lagu “Memori Bulan Januari”. Lagu pop sendu karya (alm) A Riyanto. (Foto: Yodaz)
Penembang pop lawas, Jayanthy Mandasari (1987), pernah berjaya dengan lagu “Memori Bulan Januari”. Lagu pop sendu karya (alm) A Riyanto.
(Foto: Yodaz)

Kesenduan “Memori Bulan Januari” Bagian (2)

Oleh: Yoyo Dasriyo

TAK hanya bermain keyboard, (alm) A Riyanto pun tampil sebagai vokalis dalam kelompok “Favorite’s Group”. Kefasihannya membaca selera pasar, jadi kekuatan karya cipta lagu A Riyanto untuk mengibarkan grup band ini. “Zaenal Grup” yang dibentuk (alm) Zaenal Arifien dari “Zaenal Combo”, tak bisa membayangi sukses “Favourite’s Grup”. Secepat itu, sejumlah hits-nya mencuat, seperti “Ingin Marah, Silakan”, “Punya Kekasih”, “Mak Onah”, “Cinta Monyet”, “Teratai Putih”, serta daur ulang sederet lagu yang menjayakan Tetty Kadi. termasuk “Mimpi Sedih”, dan “Layu Sebelum Berkembang”.

Bersama Mus Mulyadi vokalis utama “Favorite’s Group”, A Riyanto pun masih bisa mengalirkan tembang lara hati di bulan kenangan, bertajuk “Tetes Hujan Di Bulan April”. Tetapi sebelum hadir lagu “Angin November”, Desember Kelabu” maupun “Memori Bulan Januari”, sebenarnya M Yusuf, komponis pop dan pimpinan Orkes “Widjaya Kusumah, pernah mengantar Tutty Subarjo berlagu “23 Februari” (1966). Sayang, lagunya tidak banyak dikenal orang. Reputasi penyanyi pop legendaris itu lebih menajamkan kemasyhurannya dengan banyak lagu karya Mus K Wirya.

Ketenaran Tutty Subarjo iringan Orkes Mus K Wirya, diantaranya tercatat “Tiada Lagi”, “Anakku Sayang”, “Lupakanlah”, “Perkenalan”,“Anteurkeun” “Panginten” dan banyak lagi judul lainnya. Bahkan, “Tiada Lagi” kembali memikat dalam gaya Yuni Shara. “Tunggulah Tunggu”, didaur-ulang dalam gaya remaja kekinian. Namun karya M Yusuf pun, sebenarnya meniup sukses Tutty Soebardjo, dengan lagu “Berikan Daku Harapan”. Justru lagu ini identik dengan kelangsungan karier Tutty Subarjo. Sebaliknya, lagu “23 Februari” tenggelam dari pasar.

Mungkin karena lirik lagunya yang lebih pribadi, tentang kelahiran penyanyinya di Bondowoso, Jawa Timur. Tetapi, itu bukan faktor utama dari keburaman lagunya. Lebih dimungkinkan lagi, karena bangunan melodinya kurang komersial. Begitu pula “September”, lagu karya dan nyanyian Ronny Yoes, iringan Band “Arsianty” (1967). Lagunya tidak menguatkan ketenaran biduan Bandung, yang berlagu “Terpesona” itu. Dalam era 80-an pun, lagu “2 November” (alm Pance Pondaag) senasib lagu “23 Februari”.

Lain ceritanya dengan Syech Abidin dari grup AKA, yang sukses berlagu “Badai Desember”.Lagu ini memenangi pasar PH (piringan hitam), di tengah ketatnya persaingan grup band, tahun 1970-an. Keindahan melodi jadi faktor lainnya, yang menjayakan “Badai Desember”. Direntang waktu panjang, Vina Panduwinata sukses berlagu “September Ceria”, meski syair lagunya melawan arus kedukaan kisah di bulan tertentu. Keromantisan syair pun tak menolong lagu “Kisah di Bulan April”, nyanyian (alm) Alfian.

Kian terasa, pemicu kemasyhuran lagu tentang bulan tertentu, sangat bertumpu pada keindahan komposisi melodi. Kajian itu seakan permanen, saat komponis Yessy Wenas menulis lagu “Kasih di Bulan Agustus” (1966), yang mendukung sukses album rekaman pertama (alm) Deddy Damhudi iringan “Zaenal Combo”. Tokoh pemusik pop legendaris itu pula, yang pernah mengemas lagu “Mei Di Labuan Ratu” nyanyian Ciciek Suwarno. Lagi-lagi, kelemahan bangunan lagunya kurang menguntungkan penyanyinya. Sepanjang riwayat lagu pop tentang bulan, hanya lagu “Bulan” dan “Juni Yang Kunanti”,yang paling unik!

Tentu, karena Ian Kasela dari grup band “Radja”, mampu mengurai romantika momentum selama setahun. Kreasi yang layak dihargai, atas kelangkaan liriknya. Simak saja sebagian syair lagu “Bulan”, yang menuturkan kisah duabelas bulan: “Januari aku berkenalan denganmu/ Februari aku mendapatkan cintamu/ Maret April Mei Juni kita semakin menyatu/ Juli Agustus September, kita mencoba ‘.tuk saling setia…”. Ending lirik lagunya dramatik: “Namun Oktober November kita saling bertengkar/ Akhir Desember kita berpisah…oh..”

Drama kehidupan cinta dalam lagu “Bulan” selesai. Pada album pop Indonesia pertama Tati Saleh, yang memuat “Hariring Kuring” dan “Sieuh-Sieuh”, “Juni Yang Kunanti” memuat penantian delapan bulan. Sebagian syairnya seperti ini: “Biarkan Januari datang/ Biarkan Februari pergi/ Maret April Mei pun tak kuharapkan/ Hanya Juni yang kunanti..” Pada bait akhir lagunya bersyair: “November titik pertemuan/ Desember bulan pertunangan/ Kukenangkan masa riang dan senang/ Di ambang Juni mendatang”

Tuturan liriknya mengalir komunikatif, dengan komposisi melodi dan aransemen yang manis. Selepas lagu “Bulan”, hingga kini belum pernah lahir lagi keunikan syair lagu tentang bulan seperti itu. *** (Selesai)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *