SENI HIBURAN

Menapak Jejak Rhoma Irama : Di Antara Dua Bunga “Soneta”

Tati Hartati (membelakangi lensa), Rita Sugiarto dan Yoyo Dasriyo, dalam perjumpaan di Hotel “Kota” Garut, 24 Oktober 1975. Perbincangan panjang lebar lalu tergelar dalam perjalanan Garut – Sumedang dan Ciawi, Tasikmalaya.(Foto: Cang Anwar)
Tati Hartati (membelakangi lensa), Rita Sugiarto dan Yoyo Dasriyo, dalam perjumpaan di Hotel “Kota” Garut, 24 Oktober 1975. Perbincangan panjang lebar lalu tergelar dalam perjalanan Garut – Sumedang dan Ciawi, Tasikmalaya.(Foto: Cang Anwar)

Menapak Jejak Rhoma Irama : Bagian (10)

Oleh: Yoyo Dasriyo

Sungguh tersanjung. Benny Mucharam memberi kehormatan. Saya diminta naik ke dalam colt. Ditempatkan di jok tengah, diapit Rita Sugiarto dan Tati Hartati. Harum varfum kedua artis, seketika menyapu penciuman. Kendaraan memang belum ber-AC. Desir udara nyaman, hanya bertiup dari celah daun jendela yang digeserkan, Konvoi kendaraan mulai melaju. Sepanjang perjalanan Garut – Sumedang, saya leluasa mendua perbincangan dengan Rita dan Tati. Kilas-balik karier Rita sejak menggeluti pentas musik pop hingga gabung dalam “Soneta” terurai lepas.

“Saya paling suka dengar kamu nyanyi ‘Cuma Kamu’, “Hitam’ dan ‘Biduan’! Ekspresif..” Saya membuka percakapan. Rita tersenyum. Lalu notes kecil yang memuat wawancara dengan tulisan stenografi, dan sebuah pulpen, saya sodorkan. “Untuk kenangan saya, tolong kamu tuliskan syair lagu ‘Cuma Kamu’ di sini..” Rita manggut sambil tersenyum, dan menarik notes itu. Artis ini menulis dan bersenandung kecil lagu “Cuma Kamu”, Rita menulis syair lagu di atas tas perangkat alat kecantikan yang didekapnya.

Saya tak pernah menduga, bakal mendampingi Rita Sugiarto, dalam kisah perjalanan pemusik dangdut sekaliber “Soneta Grup”. Belum lagi dengan program show lanjutan ke Ciawi, Tasikmalaya. Tak banyak orang tahu, saya pernah jadi orang di balik lintasan pergelaran musik “Soneta”. Syair lagu tulisan kenangan Rita Sugiarto dalam secarik kertas kecil itu pun, sampai kini masih tersimpan. “Sebelum menerjuni lagu dangdut, saya berkarier sebagai penyanyi pop. Saya pernah jadi juara utama dan favourite di Demak tahun 1971..” ceritanya diiring senyum.

“Habis itu, saya beberapakali menjuarai lomba nyanyi dangdut dan keroncong di ‘Semarang Fair’.Lalu terpilih jadi juara Pop Singers se-Jawa Tengah tahun 1974/75, untuk mewakill Jateng ke tingkat nasional di Jakarta” Rita mengalirkan tuturannya. Bola matanya menatap tajam. Namun artis kelahiran Mranggen Semarang, 19 September 1958 bernama lengkap Rita Derta Kismiarti Sugiarto ini, terpaksa membatalkan kesiapannya tampil di pentas festival penyanyi pop tingkat nasional, karena terpilih jadi pasangan duet Rhoma Irama menggantikan Elvy Sukaesih.

Ternyata karier Rita unik! “Saya ini suka nyanyi serabutan, Kak…! Tidak cuma nyanyi satu jenis lagu saja. Pop boleh, dangdut mau, keroncong siap.. Pokoknya apa sajalah. Yang penting, saya ada kemampuan” Rita lalu berderai tawa nyaring. Dalam perjalanan ke Sumedang, saya pun berbagi perhatian dengan Tati Hartati. Penyanyi pendamping ini saya ajak bicara tentang titian kariernya di pentas musik dangdut. Jelang sore hari, kami tiba di Kota Tahu. Pihak panitia mendadak minta rombongan “Soneta” menggelar pawai keliling kota.

Saya masih berada dalam konvoi kendaraan artis dangdut. Sempat heran, sambutan massa di Sumedang tak sehangat Garut. Sepi massa penggemar dangdut di keramaian pusat kota itu. Tetapi apapun kondisinya, tidak menyurutkan semangat para pemusik “Soneta”. Terlebih, setelah Ketua DPRD Sumedang, Achmad Mustofa, bertandang ke hotel persinggahan kami. Mustofa minta Rhoma Irama tidak berkecil hati, karena diyakininya warga Sumedang akan tumpah saat tiba waktu show.

“Tapi harap maklum, penonton di Sumedang ini mahal tepuk tangan! Kemarin ini waktu grup band ‘Panbers’ manggung, mereka tampak diam-diam saja. Nah kalau para penonton di Sumedang diam, itu tandanya mereka suka dengan aksi musik yang ditontonnya …” tuturnya kemudian. Di saat tim “Soneta” melepas lelah perjalanan, saya mencuri waktu memburu studio foto, untuk membeli 1 rol negatif film hitam putih dan empat batu baterey kecil. Di tempat itu pula, memproses cuci cetak foto pergelaran aksi pentas “Soneta”, waktu di Garut ***
(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *