SENI HIBURAN

Menapak Jejak Rhoma Irama : Hujan Deras Diterpa Lemparan batu

Rita Sugiarto dan Yoyo Dasriyo di Ciawi, Tasikmalaya. Jaket loreng Kopasus milik Pak W Gunawan, menepis dingin dengan guyuran hujan deras. Pergelaran musik terpaksa dihentikan. (Dokumentasi: Yodaz).
Rita Sugiarto dan Yoyo Dasriyo di Ciawi, Tasikmalaya. Jaket loreng Kopasus milik Pak W Gunawan, menepis dingin dengan guyuran hujan deras. Pergelaran musik terpaksa dihentikan. (Dokumentasi: Yodaz).

Menapak Jejak Rhoma Irama : Bagian (13)

Oleh: Yoyo Dasriyo

DALAM lelah dan keremangan dini hari, saya mendadak samar. Bimbang memilih arah di lepas terminal Cileunyi. Waktu itu belum terbuka lintangan jalan tol ke Tanjungsari. Saya menunjuk arah ke kanan. Tak tahunya, itu bentangan jalan jelang pintu gebang tol Padaleunyi. Namun konvoi kendaraan terlanjur melintas gerbang tol. Saya tersentak dan malu hati! “Stop dulu…! Salah jalan. Kalau lurus terus, bisa ke Jakarta…” Sopir menurunkan laju kendaraannya. Sesaat Colt pun berhenti.

Penumpang seisi colt, yang terkantuk-kantuk terjaga keheranan, termasuk Rita, Tati, Benny, Nasir pemain mandolin dan Pak Gunawan. “Kenapa berhenti, Kang…’?” Benny cemas. Saya bilang, kendaraan harus balik ke arah semula. “Oh iya benar! Jangan lurus. Kita bisa langsung balik lagi ke Jakarta” sahutnya pasti. Sopir kembali memutar arah lagi. Ke luar dari jalan tol dan menyusuri jalan raya Nagreg. Konvoi kendaraan “Soneta” terpaksa arak-arakan mencari tempat pemutar arah jalan….

Tiba di Ciawi, langsung istirahat di rumah Dihok Somadikarta, panitia pentas musik “Soneta”. Tak jauh dari lokasi rumah Vetty Vera, adik “Mbah Dukun” Alam! Tetapi esok harinya mendung bergayut tebal, memayungi pusat perkotaan Kecamatan Ciawi. Sore harinya, bahkan hujan runtuh menyiram keramaian, jelang pergelaran “Soneta Grup”. Walau begitu, guyuran hujan, tak merintang gelombang massa penggemar dangdut di Ciawi. Magnetis Rhoma Irama membakar gairah massa.

Di bawah cucuran hujan, mereka mengalir ke Alun-alun. Pagar bambu yang terpasang mengitari batas areal alun-alun, roboh dihantam gejolak luapan massa. Manakala hujan reda, Rhoma Irama” dan “Soneta Grup” tampil beraksi. Gemuruh sambutan penonton menghangatkan suasana. Beragam dendang lagu ceria mengalun. Sebagian penonton turut berjoget menuturi musik “Soneta”. Udara dingin Ciawi terasa mulai menggigit. Terlebih ketika curah hujan kembali merintang.

Saya berkelit ke balik pentas. Kebetulan malam itu hanya mengenakan kaos oblong tipis berlogo “Aktuil”. Pak Gunawan berbaik hati. Meminjamkan jaket loreng Kopasus. “Kang.., pake aja jaket ini! Dingin..!” katanya sambil melepas jaketnya. Gema musik “Soneta” seolah harus bersaing dengan gemuruh hujan. Rhoma Irama makin didaulat penontonnya untuk mendendang lagu-lagu keyajaannya. Namun tak seorang pun mampu melawan kehendak alam. Curah hujan seolah tumpah dari langit…

Atraksi musik Soneta yang memikat dan komunikatif, tergelar di bawah naungan tenda panggung. Massa penggemar dangdut tak mau perduli. Padahal guyuran hujan bagai petaka yang menghantui. Beberapa sudut atap pentas mendadak jebol. Tak kuasa lagi menampung dahsyatnya hujan. Sangat realistis,ketika keputusan Rhoma menghentikan pergelaran musiknya. Rhoma menghindarkan gejala buruk, karena hujan menerobos liar. Menembus bentangan tenda. Semua mendadak basah. Kecipratan hujan…

Kecemasan pun menghantui Veronica Irama, yang memangku Debby Veramasari di belakang sound system. Isteri Rhoma Irama bergegas meninggalkan panggung. Semua orang mendadak sibuk mencari peneduh. Pergelaran musik “Soneta” pun dihentikan. Celakanya, sejumlah penonton masih memaksakan kehendaknya, minta “Soneta” terus beraksi! Cuaca makin buruk. Deras hujan pun menenggelamkan bahana musik. Banyak penonton berulah. Melampiaskan kekecewaannya dengan melempar batu-batuan ke arah pentas. Saya tersentak. Beberapa batu kecil jatuh, nyaris menyambar kepala…

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *