SENI HIBURAN

Menapak Jejak Rhoma Irama : “Perang Dingin” Di Kebisuan Malam

Hasil bidikan automotis kamera Canonet QL-17, dengan film hitam putih. Ini rekaman kedekatan Yoyo Dasriyo dan Rita Sugiarto, di balik pentas “Soneta” di Sumedang 1977.  (Dokumentasi Yodaz)
Hasil bidikan automotis kamera Canonet QL-17, dengan film hitam putih. Ini rekaman kedekatan Yoyo Dasriyo dan Rita Sugiarto, di balik pentas “Soneta” di Sumedang 1977.
(Dokumentasi Yodaz)

Menapak Jejak Rhoma Irama : Bagian (12)

Oleh: Yoyo Dasriyo

TERDENGAR gegap-gempita massa, menjemput kehadiran Rhoma Irama. Sang “Raja Dangdut” ini memecah sepi sambutan massa di Sumedang, yang konon sebelumnya tidak pernah terjadi. Musik dendang “Soneta” lalu membahana. Sejumlah lagu hits penggosok pamor “Soneta”, bergema silih berganti seperti. Sambutan massa dangdut di Sumedang mengesankan. Hangatnya kenangan pentas musik itu, serasa memupus lelah perjalanan malam memburu Ciawi, Tasikmalaya.

Namun di balik kehangatan kesan dan gairah awak “Soneta”, justru tersembunyi aksi “perang dingin” di antara Rita Sugarto dan Tati Hartati. Dalam keseharian di belakang layar pun, kedua “bunga” pentas Soneta” ini tak pernah menampakkan keharmonisan. Gelagat tak sedap itu saya tanya ke Rhoma Irama sebelum meninggalkan Sumedang. “Saya tidak tahu, ada apa mereka..! Tapi itu biasa, sengketa anak-anak. Saling tidak berteguran..” katanya tenang. Rhoma meyakini “perang dingin” Rita dan Tati, tidak akan berbuntut panjang.

“Saya jamin tidak akan sampai meledak segala. Itu kan cuma perkara anak-remaja…” tandas Rhoma. Tetapi, “Raja Dangdut” ini membisik, saya diminta turut mencairkan kebekuan komunikasi kedua artis penyanyi itu Pada kesempatan terpisah di rumah makan, Hadi berkomentar: “Kalaupun sengketa itu meledak, keduanya bakal akuran lagi. Sebenarnya saya tahu persis persoalan mereka, cuma rasanya berat untuk cerita sama wartawan…” pemain suling “Soneta” itu tertawa kecil. Saya pun tak memaksa.

Dalam perjalanan memburu Ciawi, saya diminta duduk lagi di antara dua “kembang” panggung “Soneta” itu. Saat ke luar kawasan Sumedang, colt yang kami tumpangi harus mengisi bensin, jelang memasuki Cileunyi. Bandung. Lewat tengah malam, sunyi kian membalut suasana. Sepi merajai jalanan. Dingin menggigit kebisuan. Lokasi SPBU terdekat hanya berada di kawasan Cinunuk, setelah simpang jalan Cileunyi ke arah Garut.. Konvoi kendaraan tim “Soneta”, harus merapat ke Cinunuk.

Saat itu jarum jam tangan menunjukkan Pkl 01.30. Sebagian pemusik lelap tertidur. Saat mengisi bensin, diam-diam saya memotret Rita Sugiarto dan Tati Hartati. Pas kamera dibidikkan, justru Tati berpaling dari mata lensa. Kebetulan atau bukan, tingkah seperti itu menajamkan kecurigaan tentang aksi “perang dingin” mereka. Sejak di Garut, Tati lebih sering menyendiri di balik pentas. Membiarkan Rita bercanda dan berbincang dengan Veronica. Mereka jarang menampakkan kedekatan yang harmonis sesama artis “Soneta”.

Ada apa sebenarnya? “Ah, nggak tahu! Tempo hari kita biasa-biasa aja..” tangkis Tati merendahkan suaranya. “Tapi kalian seperti tak penah tegur sapa.. “ desak saya. Gadis ini mendelik manja. “Berteguran sih suka juga, cuman Rita ngomongnya seperlunya aja.. Habis bicara, eh dia pun diam lagi! Ah saya pikir, lebih baik saya juga diam..” Tati mengungkap kekesalannya. Tak ada kejelasan masalahnya. Mungkin persaingan asmara di balik pentas? “Ah.., tidak!” Rita Sugiarto cepat menepis.

Atau rebutan peringkat sebagai penyanyi “Soneta”? “Wah. kurang paham saya!” Rita tersenyum. Artis yang lebih dewasa dalam bersikap ini, tidak mau terpancing ulah rekannya. Aksi “perang dingin” masih juga belum cair. Konvoi colt, berikut sedan VW Rhoma dan truk pengangkut perangkat sound-sistem “Soneta”, kembali melaju dan membelah kesunyian perjalanan. Benny meminta saya jadi penunjuk jalan. Colt yang kami tumpangi pun tampil paling depan ***

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *