SENI HIBURAN

Menapak Jejak Rhoma Irama : Perjumpaan Hangat Lewat Tangah Malam

Rhoma Irama dan Yoyo Dasriyo lewat tengah malam di Hotel “Priangan” Tasikmalaya. (1979). Raja Dangdut melepas lelah sambil berbincang. Keringat masih tampak berkilat di wajahnya. (Foto: alm Ade Kostaman)
Rhoma Irama dan Yoyo Dasriyo lewat tengah malam di Hotel “Priangan” Tasikmalaya. (1979). Raja Dangdut melepas lelah sambil berbincang. Keringat masih tampak berkilat di wajahnya.
(Foto: alm Ade Kostaman)

Menapak Jejak Rhoma Irama : Bagian (17)

Oleh: Yoyo Dasriyo

RHOMA Irama tertawa kecil. “Tadi itu apa sih artinya..?” katanya tersipu-sipu. “Wilujeng wengi itu selamat malam….!” balas saya. Rhoma manggut-manggut. “Saya ini memang lahir di sini. Di Tasikmalaya. Tapi sejak kecil, saya hidup di Jakarta. Mana bsa ngomong Sunda…!” tuturnya lagi tersipu-sipu. “Oh iya, Rita sama Tati udah baikan…! Anda ‘kan turut mendamaikan mereka. Malam ini dua-duanya hadir di Tasik…” Tawa kecil Rhoma, mengusik kenangan “perang dingin” di antara kembang “Soneta”itu, dalam perjalanan Sumedang – Ciawi, Tasikmalaya.

Rhoma bersiap menyandangkan tali gitarnya. Saya mendekat lagi, untuk minta waktu wawancara di hotel, usai pergelarannya. “Boleh..! Datang aja. Nanti saya tunggu…” balasnya melegakan hati. Rhoma beraksi di pentas musik dendang. Sertamerta tempik sorak massa pun riuh rendah, menjemput aksinya mendendang lagu “Hak Azasi”, “Ingkar”, “Terpaksa”, “Kuraca”, “Begadang II”, “Insya Allah” dan “Narapidana”. Lalu, Tati Hartati berlagu “Jangan Dulu” dan “Kaumku”, nyanyian Elvy Sukaesih. Rita Sugiarto memikat dengan dendang menggemaskan, “Cup-Cup”, “Percuma” dan “Capek”..

Pentas musik “Soneta” tergelar sukses. “Padahal, semula hati saya ciut sekali! Takut show ini gagal, karena hujan terus-terusan mengguyur Tasik” kata Ketua I LPTQ Kab Tasikmalaya, Drs Maman Suryaman, di belakang pentas. Selepas show, Rhoma Irama menyerahkan bantuan dana senilai Rp 250.000,- (Dua Ratus Limapuluh Ribu Rupiah), Sebelum penonton bubar, saya mengajak Ade Kostaman bergegas pulang, untuk mengambil Vespa di rumahnya. Mempercepat buruan, agar tak terlalu kemalaman.

“Sudah malam begini, apa Rhoma Irama masih bisa nerima tamu?” tanya Ade ragu. “Kita coba saja..! Kita ditunggu Rhoma..” balas saya. Benar, bukan waktunya bertamu di tengah malam seperti itu. Namun keyakinan saya mematahkan keraguan, semata-mata karena sudah janjian di pentas. Ade buru-buru mengeluarkan Vespa-nya. Vespa pun melaju. Saya dibonceng. Berdua membelah kesunyian malam di wajah perkotaan Tasikmalaya, memburu lokasi Hotel “Priangan”. Hotel terpandang, yang lokasinya agak jauh dari keramaian perkotaan.

Sepi mendekap suasana di sekitar halaman dan bangunan hotel itu. Deru motor Vespa menembus sepi. Beberapa aparat keamanan pun terusik. Wajah tak bersahabat segera mendekat, dan menghadang langkah kami,, setelah Vespa diparkir. “Rhoma Irama lagi istirahat…! Sudah malam, ‘nggak bisa diganggu, ‘Pak!” sambut petugas itu datar. “Saya diminta datang malam ini juga sama Bang Haji. Tadi sudah bilang di panggung…” desak saya. Seorang di antara mereka, mengabari Rhoma ke lantai atas. Sesaat kemudian, petugas itu kembali dengan wajah penuh tanya.

Mungkin heran, seorang bernama besar sekelas Rhoma Irama, masih mau menerima tamu lewat tengah malam seperti saya, yang berpenampilan lapangan. Dalam gigitan dingin Tasikmalaya, tampil berjaket biru menutup kaos oblong merah. Rambut kelimis dan wajah berkilat terbasuh keringat. Kami diizinkan naik ke lantai atas hotel itu. Rhoma yang sudah berpakaian tidur warna merah muda, tersenyum akrab menyambut kami. “Saya terharu main di Tasikmalaya ini. Saya tidak menyangka akan mendapat sambutan sedemikian hebatnya di kota kelahiran saya..”

Rhoma membuka perbincangan, sambil melepas lelah. Keringatnya masih berkilau Tanpa banyak berbasa-basi lagi, saya mengajak Rhoma berbincang tentang dunianya. Rhoma bertutur tentang bermacam prinsip rekaman dan film-filmnya, yang tidak sejalan dengan konsep semula. Rhoma tidak menampik kenyataan itu. “Bukan saya ‘nggak mau konsekwen. ‘Yo! Prinsip tinggal prinsip deh.., tapi karena desakan dari ‘Yukawi’ yang hubungannya sama saya sudah amat familiar, akhirnya saya menyerah” Rhoma Irama tertawa datar.

***(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *