SENI HIBURAN

PARFI Garut Harus Bangkit Dari Keruntuhan

Aktor Ikranagara dan Kinaryosih dalam sebuah adegan film “Safana”. Film layar lebar yang memusatkan syutingnya di kawasan pantai Rancabuaya, Garut Selatan. (Dokumentasi Yodaz)
Aktor Ikranagara dan Kinaryosih dalam sebuah adegan film “Safana”. Film layar lebar yang memusatkan syutingnya di kawasan pantai Rancabuaya, Garut Selatan. (Dokumentasi Yodaz)

PARFI Garut Harus Bangkit Dari Keruntuhan: Bagian (2)

Oleh Yoyo Dasriyo

PARFI Garut yang di awal pendiriannya berkekuatan 100 orang. jadi kebanggaan Parfi Jawa Barat. Terdukung lagi dengan peranserta Dicky Chandra semasa jadi Wakil Bupati Garut, yang mampu menyuburkan kegiatan perfilman di daerah ini. Dalam waktu relaif singkat, Garut kembali mengemuka sebagai daerah tujuan lokasi syuting perfilman nasional dan film televisi. Sosok Dicky Chandra yang berangkat dari dunia entertainment, turut menggiring kalangan pembuat film dan sinetron untuk berlokasi syuting di Garut.

Sejarah perflman nasional di Garut yang sekian lama mengering dari ingatan banyak orang, kembali terusik dengan tim film Safana” (2010) karya Hornady Setiawan, yang memusatkan keseluruhan lokasi syutingnya di pantai Rancabuaya, 160 km ke arah selatan kota Garut. Itu kejutan besar dalam historis film di Garut, karena 22 tahun selepas film “Bendi Keramat”, Garut sunyi dari kegiatan syuting film nasional.

Film “Safana” pula tercatat sebagai film kedua setelah “Dikejar Dosa” (1974), yang keseluruhan syutingnya berpusat di kawasan Garut. Sangat realistis, jika Parfi Garut menganugerahkan “Parfi Award Korda Garut 2010” untuk “CinePro” pembuat film “Safana”. Gairah film dan sinetron di Garut, menghangatkan DPC Parfi. Dikuatkan lagi dengan sejumlah produksi sinetron dan FTV, yang mengalir ke Garut. Tak sampai di situ, tahun 2011.tergelar peristiwa langka sepanjang kegiatan film di Garut.

Dalam waktu hampir bersamaan, 5 buah FTV dibuat di seputar daerah ini, bermula dari “Kerudung Cinta Raja Dogar”, “Obat Cinta”, “Love is Bland”, “Cinta Mentok di Body” dan FTV “Stasiun Cinta”, yang diperani Ayu Pratiwi dan Reza Pahlevi. Gagasan DPC PARFI Garut pula, yang memusatkan peringatan Hari Film Nasional (30 Maret) di Tujgu Juang Selaawi. Sebuah daerah utara Garut, yang pernah dijadikan kawasan gerilya aktris film legendaris (alm) Sofia WD (1947). Pamor Parfi Garut secepat itu terpandang.

Namun laju lembaga artis film Garut itu kemudian bersambut petaka.Kondisi itu bermula dari pengunduran diri Rani Permata, sebelum akhir masa jabatannya sebagai Ketua Parfi Korda Garut (2011), menuturi sikap suaminya R Dicky Chandanegara lengser dari jabatan Wakil Bupati Garut. Gairah semua insan Parfi Garut, mendadak padam. Direntang waktu singkat, penasehat Parfi Garut, aktor film H Arman Effendy tutup usia. Petaka itu berlanjut dengan pengunduran H Chepy Effendy, dari jabatan bendahara.

Belum seratus hari sepeninggal H Arman Effendy, penerus pimpinan Parfi Garut H Akin Sutarmin berpulang ke alam baqa. Kemelut membalut wajah organisasi itu. Semua rintangan itu membadai, sebelum Parfi Garut menempati sekretariat berikut kelengkapan fasilitasnya. Perjuangan panjang untuk membangun DPC PARFI Garut pun, dipersaingkan dengan beratnya tantangan di hari esok.

Namun kesiapan Hj Diah Rudy Gunawan untuk memimpin DPC Parfi Garut, kini bermakna penyegar bagi Parfi Garut yang bernasib ‘layu sebelum berkembang”. Insan film Garut optimis untuk sukses kebangkitan Parfi Garut, karena daerah ini memiliki kekuatan modal historis di dunia film nasional. Historis yang bukan sekedar kebanggaan kesejarahan belaka, namun berharga penyemangat bagi keberadaan dan kelangsungan DPC Parfi Garut di kemudian hari. Sukses yang terpandang, memang sukses bangkit dari keruntuhan. Ini target yang hatus dicapai Hj Diah Rudy Gunawan bersama jajaran pengurusnya ***

( Habis )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *