SENI HIBURAN

Jelang Hari Film Nasional 2015: Nostalgia Penjaga Pintu Kereta Api

Yoyo Dasriyo pemeran “Mang Jaka” dalam FTV “Stasiun Cinta” di Garut (2011). Kostum pakaian karyawan DKA tempo doeloe, kenangan untuk (alm) Sobana - paman dalam tragedi KA di Purwakarta. (Foto: Gamanti)
Yoyo Dasriyo pemeran “Mang Jaka” dalam FTV “Stasiun Cinta” di Garut (2011). Kostum pakaian karyawan DKA tempo doeloe, kenangan untuk (alm) Sobana – paman dalam tragedi KA di Purwakarta.
(Foto: Gamanti)

Jelang Hari Film Nasional 2015: Bagian (1o)

Oleh Yoyo Dasriyo

PIMPINAN unit sinetron “Legenda Cangkuang”, jelang Ramadhan 2011 minta saya tampil sebagai sais gerobak yang dihela seekor kerbau. Sungguh saya tertarik dengan gambaran klasik, seperti terlukis dalam komik silat. Tetapi, lagi-lagi tidak ada jadwal syutingnya. Tak ada juga fasilitas kendaraan jemputan. Pemain lokal yang dikontak, harus naik kendaraan umum,. Turun dari mobil, berlanjut naik ojeg ke kawasan Citiis, di kaki Gunung Guntur. Honor pun sangat minim.

Perlakuan semacam itu memudarkan ketertarikan saya. Seketika saya memilih mengundurkan diri dari peran itu. Berselang seminggu, pimpinan unit membujuk saya agar datang ke museum Donny Kusuma di Cibatu, untuk memainkan peran lain, yang dinilainya lebih penting. Setiba di lokasi syuting, ternyata saya dibiarkan terbengong. Sejak tengah hari, saya diminta menunggu fotocopy sinopsis dan lembaran skenario. Saat Maghrib mengambang, orang yang memanggil dan minta nunggu itu, menghilang dari keramaian lokasi syuting.

Saya menarik napas kesal. Keprihatinan merasuk hati, atas ulah “orang sinetron”, yang seenaknya melecehkan pemain lokal. Tanpa pamit, saya pun berpaling dari lokasi syuting sinetron..Tidak ada yang perlu ditunggu lagi! Namun suasana tak nyaman itu, tidak membuat saya jera. Selalu saja mau mencoba, apa yang bakal terjadi. Di sana pun, bisa meliput kegiatan syuting. Dalam suasana Ramadhan 2011, saya hadiri “casting” film “Si Kabayan Jadi Milyuner”, di rumah dinas Wabup Garut.  Bukan mau ikutan “casting” ! Hanya meliput persiapan pra produksi filmnya.

Di tengah acara selamatan prouksi sambil buka bersama di Desa Simpen Kidul, Limbangan, Garut, Guntur Suhardjanto sutradara filmnya justru minta saya bersiap syuting hari pertama..”Bapak besok main ‘ya!” katanya. “Jadi apa saya…?”. “Nanti tanya aja sama Samsul, asisten sutradara” katanya. Pengalaman pun menjawab. Gelagat seperti itu hanya membutuhkan pemain pelengkap saja.

Ajakan sutradara film itu, tidak saya layani. Saya tak ingin peluang ibadah di bulan Ramadhan rusak, karena kesibukan berperan dalam kapasitas peran yang bisa dimainkan para pemula. Belum lagi dengan lokasi syuting jauh dari jangkauan kendaraan umum. Licin dan terjal. Namun bujukan turut berperan dari rekan-rekan di Garut mengalir, hingga minta kumpul sehabis sahur di rumah HM Guntur Palessa, Leles, untuk bersama ke lokasi syuting “Si Kabayan”.

Masih juga saya menolak. Pendirian saya terguh. Meski bukan seorang aktor, saya lebih membagi peluang kecil itu untuk rekan-rekan yang butuh tambahan “jam terbang” sebagai ektras! Seorang rekan diam-diam mengabari sutradara, bahwa saya berprrofesi penulis skenario film. Saya kaget. Guntur Soehardjanto mengirim sms, dan mengajak kerja sama menggarap skenario film untuk garapannya.

Tentu saya sambut ajakan itu. sambil bermohon maaf tak bisa mendukung filmnya. . Mungkin di lain waktu, ada peran yang lebih layak saya mainkan.”Oke…!!” balas Guntur Soehardjanto. Tak lama kemudian, saya diminta Wawan Hermawan, untuk berperan pembantu dalam FTV “Stasiun Cinta” di Garut (2011). Perannya sebagai “Mang Jaka”, penjaga pintu kereta api, mendampingi Ayu Pratiwi, Reza Pahlevi, Yatie Surachman dan Mentari Intan Nurachmi. Tetapi bukan karena saya penggarap skenarionya. “Dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya mohon Akang yang memainkan peran ‘Mang Jaka’…” pinta Wawan Hermawan.

Saya memang suka tokoh “Mang Jaka” yang sederhana itu. Bahkan sejak tahun 1995, saya sudah membuat kostum dinas karyawan DKA (Djawatan Kereta Api). Hanya sekedar persiapan, jika suatu saya berperan sebagai karyawan DKA, sebelum berganti PT KAI. Di balik itu untuk mengenang paman (alm) Sobana, karyawan DKA yang jadi korban selamat dari tragedi tergulingnya KA di Jembatan Cigendul – Ciganea, Purwakarta.

Paman selamat. Tubuhnya terjatuh ke jurang, dalam himpitan gerbong barang pengangkut kapur. Sekujur tubuhnya terbalut kapur. Sampai akhir hayatnya di Pameungpeuk Bandung, paman terpaksa harus memakai kacamata putih tebal…***.

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *