SOSIAL POLITIK

Ini Jawaban Terkait Penolakan Mekarmukti jadi Ibu Kota Garsel

DOB garsel

Gapura Garut ,- Alasan tidak representatifnya letak Kecamatan Mekarmukti untuk dijadikan Ibu Kota Daerah Otonomi Baru (DOB) Garut Selatan, dinilai dangkal. Jauhnya akses Mekarmukti dengan berbagai desa seperti yang dikeluhkan para kepala desa beberapa waktu lalu, dianggap terlalu mengada-ada.

Dewan Penasehat Presidium Garut Selatan Suryaman Anang Suatma mengatakan, dipilihnya Mekarmukti untuk dijadikan ibu kota telah melalui sejumlah tahapan dan proses kajian.

“Penetapan Mekarmukti sebagai ibu kota itu tidak ujug-ujug, melainkan melalui sejumlah kajian, baik dari kalangan akademisi dan yang berbasis pemerintah. Selama ini tahapannya juga dilakukan bersama pemerintah. Bukan seenaknya ditetapkan begitu saja,” kata Suryaman, Minggu (29/3/2015).

Menurut Suryaman, para kepala desa yang menolak Mekarmukti sebagai lokasi ibu kota terlalu egosentris. Mereka, kata dia, sangat tidak memahami aspek pertimbangan lain seperti tata letak, empiris kewilayahan, dan keterjangkauan wilayah.

“Kalau mereka (kepala desa) berpendapat pribadi, yang inginnya lebih dekat dengan mereka, saya juga sama. Saya ingin ibu kota itu dekat dengan rumah di daerah Cigintung, atau dekat dengan tanah milik saya. Tapi kan tidak demikian. Harus dipikirkan ke depan bagaimana. Harus diketahui, yang menyepakati Mekarmukti sebagai ibu kota itu dimulai dari tingkat bawah, para tokoh masyarakat, kaum ulama, bahkan hingga pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat. Bukan dipilih oleh gerombolan. Mereka itu terlalu egosentris,” paparnya.

Suryaman juga menilai, usulan para kepala desa terhadap dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Cikajang atau Pameungpeuk, untuk dijadikan lokasi ibu kota sangat tidak berdasar.

“Kalau misalnya ibu kota di Cikajang, bagaimana pembangunannya nanti. Akan terbentur oleh keseimbangan alam. Beberapa waktu lalu saja, ketika lahan yang semestinya dijadikan tempat untuk penyerapan air dibuka menjadi kebun sayur-sayuran, terjadi bencana banjir bandang yang merendam beberapa desa. Sementara di ibu kota kabupaten itu harus dibangun sarana infrastruktur perkantoran, pertokoan, dan lain sebagainya. Mau di mana, mau membabat dan membangun di daerah resapan air?” bebernya.

Masih menurut dia, bila kemudian ibu kota ditetapkan di Kecamatan Pameungpeuk, maka akan terjadi sejumlah ancaman yang dapat berdampak buruk di kemudian hari.

“Pameungpeuk itu berbatasan langsung dengan samudera. Sangat rawan bencana. Salah satunya bencana tsunami. Kalau ibu kota diterjang tsunami bagaimana? Lalu kalau misalnya digeser ke lahan persawahan, pembangunan infrastruktur perkantoran, pusat perekonomian, dan lainnya dilakukan di areal yang tadinya persawahan, produksi beras bisa terancam. Sementara andalan pangan Garut Selatan adalah dari padi. Apa mau dibabat itu sawah semua?” paparnya.

Oleh karena itu, dia mengimbau kepada semua pihak untuk tidak asal mengeluarkan pendapatnya. Suryaman menyarankan, sebaiknya pihak-pihak yang keberatan dengan segala sesuatu hal mengenai DOB Garut Selatan, untuk melakukan diskusi terlebih dahulu dengan presidium dan pihak terkait.

“Jangan asal bicara begitu saja sebelum memiliki alasan dan pengetahuan yang kuat. Sebaiknya diskusi dulu,” tandasnya.

Sebelumnya, para kepala desa dari tujuh kecamatan di wilayah selatan Garut menolak bila Kecamatan Mekarmukti dijadikan lokasi ibu kota DOB. Jauhnya jarak saat akan melakukan tugas pelayanan terhadap masyarakat, menjadi alasan mereka menyampaikan penolakan tersebut.***Bro

1 Comment

  • bang jos Maret 30, 2015

    kalau ada sekelompok kades atau wilayah desa yang meno
    lak bergabung dengan kab Garsel, biarin saja itu kan keuntungan bagi kab Garsel tar dana pembagian pusatnya tidak dibagi bagi terlalu banyak desa.ada kades yang bilang kalau ibukota kab tetap di mekarmukti mereka pilih gabung ke kab tasik, memangnya tasik siap menampung daerah daerah limpahan ex garut yang nota bene minim infrastuktur.!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *