SOSIAL POLITIK

Ketua FK3I Garut Sebut Kondisi Hulu Sungai Cikamiri di Darajat Kritis

Ini penampakan lahan yang berada dihulu sungai Cimanuk, foto istimewa
Ini penampakan lahan yang berada dihulu sungai Cimanuk, foto istimewa

Gapura Garut ,- Ketua  Forum Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Kordinator wilayah Garut, Mia Kurniawan  menyebutkan kondisi hulu Sungai Cikamiri yang merupakan  anak Sungai Cimanuk, di Gunung Darajat Blok Puncak Cae, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, saat ini sangat mengkhawatirkan. Lahan tanah yang sebenarnya masuk kawasan hutan lindung di wilayah tersebut  berubah drastis menjadi areal pertanian tanaman semusim.

Menurut Mia kini yang ada dikawasan tersebut adalah tanaman kubis, sawi dan kentang, sementara jumlah pohon di sekitar tanaman sayuran tersebut dapat dihitung jari jumlahnya.

“Pohon-pohon di wilayah ini tidak ditebang, tetapi dibunuh secara perlahan dengan cara dikuliti kulitnya,” kata Mia, Jumat (7/10/2016).

Mia menambahkan, aliran air dari mata air Blok Puncak Cae tersebut membentuk parit kecil yang semakin melebar ke kawasan hilir menjadi Sungai Cikamiri sepanjang 20 km. Aliran Cikamiri ini kemudian bermuara dan menjadi satu dengan Sungai Cimanuk, di Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Tarogong Kidul.

“Sungai Cikamiri menyumbang air bah saat Cimanuk meluap pada 20 September lalu. Limpahan air Cikamiri merupakan akibat dari kritisnya kondisi hutan di Blok Puncak Cae,”Ungkapnya.

Sepanjang jalan menuju Puncak Cae lanjut Mia, melalui kawasan wisata Gunung Darajat terdapat tujuh titik longsor. Gundulnya wilayah tangkapan air di hulu Cikamiri dapat memicu kembali banjir bandang.

“Suatu saat bisa menjadi bom waktu, mungkin akan terjadi hal serupa (banjir bandang) kalau tidak segera ditangani,” Ucapnya.

Sejauh ini kata Mia keberadaan mata air Sungai Cikamiri berada di kawasan hutan lindung yang berada dalam pengawasan perhutani. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) pun muncul karena masyarakat yang tinggal di sekitar hutan lindung, membutuhkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

“Hutan lindung berbeda dengan cagar alam. Masyarakat boleh ikut mengolah lahan di kawasan hutan lindung dengan syarat tanaman pokok harus tetap ditanam. Tapi, di dalam kawasan cagar alam dilarang melakukan segala bentuk aktivitas apapun,” katanya.

Pada konsep PHBM, masyarakat disarankan menanam kopi sebagai tanaman pokok. Kopi dinilai lebih baik dibanding sayuran karena sifatnya yang bisa menahan air permukaan.

“Tapi kenyataannya di dekat mata air Sungai Cikamiri, banyak ditanami kubis, sawi dan kentang. Saat panen kentang, tentu para petani menggali tanah. Hal tersebut dapat membuat partikel dan tanah hanyut ke aliran sungai ketika terjadi hujan,” Tuturnya.

Mia memastikan semakin luas tanah yang diolah di wilayah tangkapan air, maka akan semakin banyak partikel dan tanah yang hanyut ke sungai. Inilah yang pada kemudian hari membuat sungai menjadi dangkal.***Bro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *