SOSIAL POLITIK

Tata Ruang Kabupaten Garut Direvisi Dengan Mempertimbangkan Kebencanaan

lokasi bencana di Kecamatan Bungbulang Garut selatan, foto dok
lokasi bencana di Kecamatan Bungbulang Garut selatan, foto dok

Gapura Garut ,- Direktur Penataan Kawasan pada Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementrian Agraria/Badan Pertanahanan Nasional, Agus Susanto menyebutkan secara umum wilayah Kabupaten Garut atau Wilayah Jabar Selatan merupakan daerah multi bencana.

‎Namun kondisi tersebut Kata Agus tidak bermakna harus berdiam dan menerima keadaan yang ada,melainkan harus terus berupaya untuk bias meminimalisasi resiko dengan melakukan rekayasa mengurangi bahaya akibat bencana dan menurunkan kerentanan serta meningkatkan kapasitas.

“Kawasan rawan bencana (KRB) bisa digunakan untuk menjadi lokasi budidaya sepanjang memenuhi persyaratan, seperi daerah rawan banjir yang terlarang untuk hunian namun dibolehkan untuk pertanian. Bahkan di lokasi aliran lahar sekali pun,” Kata Aus Susanto kepada wartawan Jumat (23/12/2016)

Menurutnya, proses pemanfaatan tersebut tetap harus dilengkapi persyaratan sesuai dengan KUPZ (Ketentuan Umum Peraturan Zonasi) terkait apa saja yang diperbolehkan dan yang dilarang.

“Saat ini dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Garut yang dikerjakan sudah memasukan pertimbangan kebencanaan, KUPZ sudah dibuat di lokasi rawan bencana, baik tsunami, banjir, gunung api, dan lainnya, jadi sudah mempertimbangkan semuanya,”ungkapnya.

Sementara itu terkait usaha kebebasan pengelolaan kawasan karena merupakan lahan milik sendiri, disebutkan Agus pemikiran tersebut harus diluruskan dengan prinsip bahwa kepentingan umum diatas kepentingan pribadi.

“Pembuatan aturan RTRW yang berbasis mitigasi‎ tujuannya adalah demi keselamatan umum sehingga pasti akan menghindarkan kepentingan pribadi jika itu bertentangan dengan aturan dalam pengelolaan kawasannya,” Tuturnya.

Agus menambahkan jika di lokasi terlarang minta ijin untuk pengelolan lahan dan sebagaimnya maka tidak boleh di ijinkan meskipun lahan tersebut merupakan milik pribadi.

“Kalau membuat sesuatu tanpa ijin harus dibongkar, kalau ada ijinnya maka yang memberikan ijin akan dipidanakan. ‎Jadi RTRW ini bisa menjadi alat untu membasmi pelanggaran di lapangan, termasuk di kawasan rawan bencana, kalau ada pelanggaran sebelum ditetapkannya aturan maka akan dibirkan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan Undang Undang penataan ruang tahun 2007,” paparnya.

Agus berharap dengan adanya rencana tata ruang yang memperhatikan aspek kebencanaan maka ketika suatu waktu terjadi bencana, maka jumlah korban dan kerugiannya bisa diminimalkan.

‎”maka kami tidak merekomendasikan penggunaan ruang dengan intensitas tinggi di kawasan rawan bencana, dan kalau terpaksa harus maka harus ada persyaratan yang dipenuhi sehingga kalau terjadi bencana kerugiannya bisa diminimalkan,”Tukasnya.***Margogo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *