SOSIAL POLITIK

Kisruh Stock Darah Kadaluarsa, RSU dan PMI Saling Tuding

Gambar Ilustrasi, kegiatan Donor Darah kerjasama PKK dan PT CGI, foto Kus

Gapura Garut ,- Kasus stock darah kadaluarsa di Bank Darah di Unita Tranfusi Darah PMI Kabupaten Garut menyisakan polemik diantara PMI Garut dan RSUD dr Slamet.

Saat kedua belah pihak di panggil Komisi D DPRD Garut keduanya baik RSUD dr Slamet maupun PMI Kabupaten Garut tetap bersikukuh dengan argumentasi masing-masing.

Kedua belah pihak saling tuding terkait kedaluwarsa ratusan labu darah tersebut, masing-masing pihak tak ingin disalahkan atas kedaluwarsa labu darah itu.

Menurut Kepala Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Garut, Rahmat Wijaya, RSUD dr Slamet menyalahi etika dalam penyediaan labu dengan melakukan kerja sama dengan PMI Kabupaten Bandung. Hal itu berakibat kedaluwarsanya 236 labu pada bulan September.

Kedaluwarsa labu juga terjadi pada bulan Agustus. PMI juga merugi atas kedaluwarsa darah tersebut. Jika dinominalkan, kerugian yang diderita PMI Garut sekitar Rp 80 juta.

“Jelas rugi atas kedaluwarsa darah itu. Satu labu itu jika diuangkan seharga Rp 330 ribu. September saja ada 236 labu. Terus ada biaya membuang darah kedaluwarsa sebesar Rp 10 ribu per labu,” ucapnya saat melakukan rapat dengan DPRD dan perwakilan RSUD dr Slamet, Selasa (24/10/2017).

Permasalahan tersebut kata Rahmat tidak boleh kembali terulang pada masa-masa mendatang dimana  RSUD dr Slamet harus memegang berkomitmen untuk mengambil darah dari PMI Garut.

“Kemarin hanya kurang komunikasi saja. Sudah ada komitmen untuk kembali menggunakan darah dari sini (PMI Garut),” ujarnya.

Sementara itu Direktur RSUD dr Slamet, Maskut Farid, berkilah jika pihaknya dan PMI Garut kurang berkomunikasi sehingga menyebabkan kedaluwarsa darah. Pihaknya pun sudah bersepakat dengan PMI Garut untuk kembali bekerja sama seperti semula.

“Nanti ada jeda waktu dua hari  untuk meminta darah. Jadi kalau minta sekarang tidak bisa langsung terpenuhi,” kata Maskut.

Kerja sama yang dijalin dengan PMI Kabupaten Bandung, lanjutnya, bertujuan untuk menyelamatkan pasien. Pasalnya banyak kejadian permintaan darah tak terpenuhi oleh PMI Garut.

“Minta 200 dikasihnya 100. Tak jarang pasien harus beli langsung ke Bandung. Padahal kan seharusnya tidak boleh,” ucapnya.

Maskut menambahkan, jika kerja sama dengan PMI Kabupaten Bandung tak akan diakhiri untuk mengantisipasi kekurangan. Menurutnya, kerja sama tersebut juga tak menyalahi aturan.

“MoU (dengan PMI Kabupaten Bandung) itu kan dari Januari. Sementara yang rusak dua bulan saja. Kenapa tidak dari Januari. Jadi hanya kurang komunikasi saja,” ujarnya.

Maskut pun membantah jika pihaknya mencari keuntungan saat bekerja sama dengan PMI Kabupaten Bandung. Ia malah menyebut merugi karena harus menjemput sendiri labu darah ke Bandung.

“Tidak tentu jumlah permintaan ke Bandung itu. Tergantung kebutuhannya. Yang jelas per bulan kami butuh 1.200 lebih labu darah,” katanya.***Marwij

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *