SENI HIBURAN

Di Balik Syuting “Hidayah UntuK Suami” 14 Tahun Setelah “Tamu Malam”

Fitri Ayu pemeran utama wanita, dan Yoyo Dasriyo, detik-detik jelang syuting FTV “Hidayah Untuk Suami” digelar di Garut.  (Foto: Denrock)
Fitri Ayu pemeran utama wanita, dan Yoyo Dasriyo, detik-detik jelang syuting FTV “Hidayah Untuk Suami” digelar di Garut.
(Foto: Denrock)

Oleh: Yoyo Dasriyo

TERJARING ke deretan pemain pendukung FTV “Hidayah Untuk Suami”, bermakna kehormatan dan pengakuan, namun berharga tantangan tersendiri. Saya harus mampu menunjukan kapasitas akting, yang memenuhi tuntutan karakteristik peran dalam skenario bangunan Diky Chandra. Memang, porsi peran saya tidak banyak. Hanya tiga “sene” saja. Tetapi peran penagih utang yang menuai amarah Reza Pahlevi, hingga saya terhempas ke tanah dalam kecemasan itu, menantang kesungguhan akting.

Begitu membaca skenarionya, seketika saya tertegun. Di luar dugaan, saya mesti menjalani lagi pemeranan dihajar di depan kamera. Peran yang sebenarnya membuat saya “trauma”! Empatbelas tahun lalu, saya dibantai tiga kawanan perampok dalam sinetron “Tamu-Tamu Malam” garapan Vick Hidayat (2001). Peran itu menciutkan nyali. Saya berniat mengundurkan diri, karena syutingnya di awal bulan Ramadhan, dan kondisi saya tengah flu berat.

Tetapi Vick tetap minta saya yang berperan. Saya pun melakoni peran itu dengan kepasrahan, karena perannya sengaja ditulis Vick Hidayat untuk saya. Apa yang mesti saya lakukan dengan FTV “Hidayah Untuk Suami”? Lagi-lagi kondisi saya tidak prima. Sakit di bagian leher, belum juga sembuh. Kali ini, saya bertekad melawan rintangan itu. Tentu, karena perannya bukan sekedar “numpang lewat”. Bahkan pada adegan lainnya, peran itu mengembang dengan karakter memelas.

Lebih membanggakan lagi, karena saya berpeluang tampil satu frame dengan Reza Pahlevi dan Fitri Ayu. Karenanya, untuk pertamakali saya rela naik angkot jurusan Leles, memburu villa di kawasan Kampung Babakan Pasantren, Tarogong Kaler, Garut. Turun selepas rumah makan Cibiuk, langsung naik ojeg. Tak perduli meski angin merusak penampilan. Padahal, pernah saya mengundurkan diri dari film “Kabayan Jadi Milyuner” di Desa Simpen, Limbangan, Garut, dan sinetron “Legenda Cangkuang” di areal Citiis, Garut, karena tak ada fasilitas kendaraan jemputan untuk pemain daerah.

Namun untuk FTV “Hidayah Untuk Suami” yang disutradarai Dean Gunawan, tidak menyusutkan kesiapan saya untuk mendukung film televisi itu. Saya berani menunjukan kesungguhan berperan. Kebetulan, Reza Pahlevi pernah bersama berperan dalam FTV “Stasiun Cinta” (2011) di Cibatu, Garut. Kalau dulu, saya jadi orang yang menghubungkan cinta Reza dengan Ayu Pratiwi. Kini, saya jadi sosok yang menyulut kemarahan Reza. “Aduh Kang Dicky ini ada-ada saja. Saya mesti menghajar Pak Yoyo! Maaf ya, Pak Yoyo..” ungkap Reza, jelang syuting dimulai.

Walau itu hanya adegan film, tetapi kecemasan tersambar “pukulan nyasar” tetap menghantui saya. “Jaga ya jangan sampai kena…” pinta saya ke Reza. Pelakon “Bahar” yang antagonis ini manggut, sambil mengacungkan jempolnya. Selesai pengambilan gambar yang memaksa saya terduduk di tanah, muncul Fitri Ayu pemeran “Rasih” yang menyesali tingkah suaminya.

Perlahan saya bangkit. Lalu mengurai dialog panjang, yang membuat saya nyaman dalam berakting. “Maafkan Mamang, Neng Rasih! Mamang yang salah. Sudah berani-beraninya menagih hutang sama Kang Bahar…” Adegan makin asyik, ketika “Rasih” tersentak. Tak tahu suaminya berhutang. “Hutang…?” kata perempuan lembut itu balik bertanya keheranan. “Iya…, iya…! Waktu Kang Bahar dipecat dari perusahaannya yang dulu, Kang Bahar teh pinjam uang sama saya. Katanya sih buat ke kota, mau nyari kerja….” Saya membalas sambil menahan sakit.

Sebenarrya bukan sakit sehabis adegan pukulan, justru meringis karena sakit di leher. Alhamdulillah pengambilan shoot panjang itu mengalir, tanpa kendala. Saya bisa menikmati pemeranan itu. Sama seperti adegan lainnya, waktu saya pamit dari depan rumah “Bahar”. Kenyamanan adegan ini terdukung dengan sikap Fitri Ayu, yang simpatik dan komunikatif. Selesai syuting, Wahid Setyanto sang asisten sutradara mengacungkan jempolnya. Lega hati saya ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *