GAPURANA SENI HIBURAN

Kenangan Kecil Perkeretaapian : Menyulap Kesunyian Panjang di Stasiun KA Garut

AKTING meyakinkan (alm) Paula Roumokoy dalam tilm “Dikejar Dosa’ (1974) karya Lukman Hakim Nain di Cinunuk, Garut. Sepanjang karier filmnya,hanya dari film ini kesungguhan akting Paula Roumokoy menuai penghargaan Aktris Harapan Terbaik IV versi PWI Jaya Sie Film 1974. (Foto: Dokumentasi Yoyo Dasriyo)
AKTING meyakinkan (alm) Paula Roumokoy dalam tilm “Dikejar Dosa’ (1974) karya Lukman Hakim Nain di Cinunuk, Garut. Sepanjang karier filmnya,hanya dari film ini kesungguhan akting Paula Roumokoy menuai penghargaan Aktris Harapan Terbaik IV versi PWI Jaya Sie Film 1974.
(Foto: Dokumentasi Yoyo Dasriyo)

Kenangan Kecil Perkeretaapian (Bagian 2)

Oleh: Yoyo Dasriyo

SAMBIL makan malam bersama, nostalgia nonton syuting film “Toha” hingga kesiangan sekolah, bersambut tawa Mieke Widjaya dan (alm) Dicky Zulkarnaen ”Rasain deh…!” canda Miske. Namun, film Toha Pahlawan Bandung Selatan”, bukan satu-satunya film nasional, yang memotret Stasiun KA Garut dan hiruk-pikuk penumpang KA “Si Gombar”. Beberapa film lainnya pernah menggelar syuting di stasiun itu termasuk film “Segenggam Tanah Perbatasan” (1965) garapan Djamal Halputra.

Layanan jasa perkeretaapian di Garut pula, sangat mendukung kesuksesan film “Dikejar Dosa” (1974) karya Lukman Hakim Nain. Bahkan film pemuat atmosfer drama “suspence” yang membintangkan (alm) Paula Roumokoy dan Drg Fadly itu. lebih menguat dengan keberadaan setting klasik Halte Cinunuk, Wanaraja. Di halte KA itu, terlukis adegan “Dayat” (Drg Fadly) tersentak, saat sosok Yayah (Paula Rumokoy) membayang di keremangan malam di ruangan tunggu.

Wanita penjual jamu itu tewas, setelah digagahi tiga berandalan kampung, dan “Dayat” pacarnya. Di kesunyian halte, hantu “Yayah” ditampilkan tengah duduk memangku bayi. Pemotretan yang cantik dan apik sepanjang film ini, menuai kemenangan Piala Citra di FFI 1975 Medan, kategori Penata Kamera Terbaik.

Film “Dikejar Dosa” tercatat film pertama yang keseluruhan syutingnya, memilih daerah Garut Direntang 26 tahun, baru muncul film “Safana” yang pengambilan gambarnya berpusat di Garut Selatan. Ttahun 1978, Hallte KA Leuwigoong, melatari film “Mat Peci Pembunuh Berdarah Dingin” karya (alm) Willy Wilyanto, yang diperani Rachmat Hidayat dan Doris Callebaut. Stasiun KA Garut dan beberapa halte, kemudia banyak melatari sinetron TVRI-Pusat.

Banyak sutradara film yang membutuhkan “setting” klasik dalam kehidupan kota Garut, menyesaIi tragisnya akhir lakon perkeretaapian di Garut. Terlebih suradara pembuat film drama perjuangan. Tetapi meski Stasiun KA Garut sepi sepeninggal “Si Gombar”, tak merintang kreasi kalangan sutradara film nasional maupun sinetron televisi. Dengan kemampuan trik kamera, kesepian panjang di Stasiun KA Garut bisa disulap bagai hari kemarin.

Keator film mampu merekayasa gambaran keramaian seperti masa kejayaan “Si Gombar”. Tahun 1982 aktris film kampiun (alm) Sofia WD, sutradara film “Halimun”, terpaksa bermain “trik kamera” untuk “menghidupkan” kembali wajah Stasiun KA Garut. Sejumlah orang tampil berhamburan di areal stasiun. Hilir-mudik melintasi arah kamera film. Mirip kenangan kecil saya, waktu pertamakali mengintip pembuatan film “Toha Pahlawan Bandung Selatan”. Semua orang itu seolah melepas kereta, yang bertolak dari depan Stasiun KA Garut.

Di sudut lain, Alan Suryaningrat (Alan Nuary) -pemeran utama pria, tampak bersedih, menatap kepergian Nungky Kusumastuti yang diceritakan naik kereta dari Garut Padahal sang aktor hanya berdiri mematung sendu. Jauh melepas pandang ke arah jalan rel kereta, yang tanpa kereta api lagi. Syuting film yang didukung Rahayu Effendy itu, lalu disambung dengan teknik “jumping shoot” dari keramaian di Stasiun Cibatu. Kreasi filmis tipuan gambar dalam adegan film “Halimun” seperti itu, memang dibutuhkan untuk lukisan kehidupan Stasiun KA Garut seperti masa lampau.

Banyak pembuat film nasional dan sinetron televisi yang membutuhkan potret keramaian Stasiun KA Garut, harus bermain tipuan gambar. Merangkai sebuah peristiwa dengan berbeda lokasi. Itu pula ditempuh sutradara Dedi Setiadi, saat mengemas sinetron “Apa Kabar Adinda?’”. Namun selebihnya, sang sutradara tak sedikit memilih berpaling dari Garut, dan memburu stasiun Cibatu sebagai lokasi alternatif.

Tahun 1994 sutradara Achiel Nasrun pun yang menggarap lakon “Saputangan Dari Bandung Selatan” berbintangkan (alm) Nike Ardilla dan Lucy Dahlia,segera merampungkan sinetronnya di Stasiun KA Cibatu. Tantangan teknis syuting di Stasiun KA Garut yang harus mendua lokasi untuk sebuah adegan itu, pernah pula menghadang pembuatan sinetron “Seorang Perempuan” (1999). Sutradara Neneng Sudiarti yang menampilkan Cahya Kamila, Anastasia Astuti, Gunawan Wibisono dan Sigit Hardadi, tak bisa mengangkat keutuhan skenarionya.

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *