USAHA PRODUK

Kopi Garut Masih Kalah Populer Karena Kurang Promosi

Pemetik Kopi Garut, foto istimewa

Gapura Garut ,- Sejumlah pengusaha dan penggiat kopi di Garut menyayangkan kurangnya perhatian pemerintah daerah untuk membantu promosi. Padahal di daerah lain perhatian pemerintah setempat habis habisan membantu mempopulerkannya.

Menurut Agus Setiawan atau lebih kenal Ebod pemerintah daerah di Aceh sangat mendukung hingga kopi gayo bisa dikenal luas.

Agus menyebut kopi biji kuning asal Garut kini sudah menjadi incaran pembeli asal luar negeri. Hanya saja kopi Garut legalitasnya kini malah diambil oleh Bandung. Padahal sejarahnya, kopi biji kuning berasal dari desa Margamulya, Kecamatan Cikajang.

“Hanya ada tiga di dunia biji kuning itu dan salah satunya dari Garut. Dua lagi berasal dari Brazil dengan nama borbon dan dari Flores dengan sebutan yellow katura,” ujar Ebod saat ditemui di kafenya, Jalan RSU dr Slamet, Rabu (3/5).

Ebod menambahkan sejauh ini  bantuan-bantuan promosi kopi di Garut lebih banyak dilakukan oleh Pemprov Jabar dibanding Pemkab Garut. Kopi biji kuning yang diberi label kopi Ebod itu juga sudah diminta untuk ekspor oleh Pemprov Jabar.

Sejak tahun 2015, tutur Ebod, ia sudah meminta agar Pemkab Garut bisa mendukung para petani kopi untuk mempromosikan. Hingga kini, diakui Ebod kopi belum menjadi salah satu tanaman unggulan bagi Kabupaten Garut.

“Saya inginnya kopi jadi unggulan karena kopi Garut itu punya aroma yang khas. Tapi ada beberapa hal mungkin yang menjadi kendala bagi Pemkab. Soalnya Pemkab tak hanya pikirkan kopi. Masih banyak agenda lain,” ucapnya.

Mengekspor kopi dalam jumlah besar, lanjut Ebod, Garut garut masih menemui kendala besar yaitu belum memiliki resi gudang. Padahal sejauh ini sejumlah BUMN sudah menyatakan sanggup untuk membantu. Asalkan Pemkab Garut bisa menyediakan lahan.

Ebod memaparkan, pembeli kopi dari Amerika, Eropa, dan Korea seringkali  meminta kopi biji kuning. Namun tingginya permintaan tersebut Kata Ebod, belum sanggup dipenuhinya karena berbagai kendala yang ada. Pemprov Jabar pun sudah meminta agar kopi dari Garut bisa diekspor sekitar 100 ton.

“Tapi saya pesimis karena curah hujan sekarang kurang bagus. Produksinya juga berkurang,” ujarnya.

Ebod yang membina tiga kelompok petani di Cikajang mengelola lahan seluas 35 hektare. Dari data di Pemkab Garut, jumlah produksi kopi di Garut pada 2015 sampai 2016 sekitar 1500 ton.

“Di Garut sampai sekarang belum ada yang ekspor. Bukan segmen eksportir tapi masih jadi bandar,” katanya.

Ketakutan lain saat melakukan ekspor, tambah Ebod, yakni khawatir malah menjadi merk luar. Saat ini ia lebih banyak melayani konsumen domestik.

Harga kopi biji kuning juga cukup menggiurkan. Per kilonya kopi tersebut dijual di kisaran Rp 250 ribu sampai Rp 400 ribu.***Marwij

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *